Sejumlah Pegiat Perlindungan Anak Sebut Beasiswa Djarum Jadi Ajang Eksploitasi Anak
Sejumlah pegiat perlindungan anak dari berbagai kota di Indonesia dan pakar hukum pidana sepakat bahwa promosi rokok yang melibatkan anak merupakan bentuk eksploitasi anak. Pada 2019, publik dihebohkan dugaan eksploitasi anak dalam penyelenggaraan Audisi Beasiswa Bulutangkis Djarum.
Reza Indragiri Amriel selaku Konsultan Lentera Anak menegaskan, pemenang audisi bulutangkis bukanlah anak-anak yang mendapat secuil beasiswa, melainkan penyelenggara audisi. Sebab, data membuktikan, selama pelaksanaan audisi bulutangkis ini terjadi ketimpangan antara jumlah peserta audisi dan penerima beasiswa.
Baca Juga: Kisah Orang Terkaya: Michael Hartono, Bos Djarum yang Berperan Besar dalam Perekonomian RI
"Dalam 10 tahun pelaksanaan audisi, jumlah peserta audisi naik hingga lebih 13 kali lipat, di mana total sebanyak 23.683 anak terlibat. Namun, jumlah penerima beasiswa hanya 245 orang saja, yaitu 0,01% dari jumlah peserta yang mengikuti audisi," katanya, Rabu (25/11/2020).
Menurut Reza, narasi terkait audisi beasiswa bulutangkis berawal pada kegiatan FGD di Jakarta pada 28 Agustus 2018, di mana sejumlah LSM pegiat anak menyampaikan bahwa adanya unsur eksploitasi dalam audisi beasiswa bulutangkis Djarum. Namun, Reza menyesalkan bahwa pada 12 September 2019 justru terjadi kesepakatan antara KPAI dan Djarum di Kantor Kemenpora.
"Dari sini terlihat bahwa Negara masih setengah hati dalam menegaskan adanya eksploitasi dalam audisi bulutangkis karena Negara justru berkompromi dengan industri," kata Reza.
Selain itu, ada beberapa permasalahan lain terkait audisi bulutangkis Djarum. Yang pertama, nama Djarum terasosiasi dengan rokok, di mana rokok mengandung zat adiktif dan berbahaya bagi Kesehatan sesuai UU Kesehatan. Kedua, kegiatan audisi mengikutsertakan anak dalam penyelenggaraan yang disponsori produk tembakau (melanggar PP 109/2012 Pasal 47).
Ketiga, kegiatan audisi menggunakan nama merek dagang dan logo produk tembakau termasuk brand image produk tembakau (melanggar PP 109/2012 Pasal 37); brand image termasuk di antaranya semboyan yang digunakan oleh Produk Tembakau dan warna yang dapat diasosiasikan sebagai ciri khas produk tembakau yang bersangkutan.
Serta keempat, adanya dugaan eksploitasi anak karena memanfaatkan tubuh anak untuk mempromosikan brand image Djarum yang merupakan produk tembakau (melanggar UU Perlindungan Anak Pasal 66 & 76).
Djarum diduga mengeksploitasi anak melalui kegiatan berbalut beasiswa. Dalam Audisi Beasiswa, Djarum melibatkan anak kisaran usia 5 sampai 15 tahun, di mana anak-anak wajib menggunakan kaos yang menampilkan logo dan brand image rokok Djarum, yang menjadikan anak seolah papan iklan berjalan yang mempromosikan merek rokok.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: