Mengenal Lebih dalam Pfizer-BioNTech, Moderna, dan Sinovac, Tiga Raksasa Vaksin Corona
Sejumlah negara yang paling terdampak pandemi COVID-19 pada akhir minggu ini akan memperoleh akses ke vaksin. Terbaru adalah Amerika Serikat (AS) yang melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) mengesahkan penggunaan mRNA-1273 --kandidat vaksin yang dibuat oleh perusahaan bioteknologi Amerika Moderna-- sebagai vaksin yang aman dan efektif.
Ini membuka jalan untuk otorisasi darurat vaksin, keputusan yang akan dibuat FDA setelah panel penasihat dari luar bertemu pada hari Kamis.
Baca Juga: Perkenalkan Nanocovax Nanogen, Vaksin Vietnam yang Siap Diuji ke Manusia
Jika diizinkan, vaksin Moderna akan mengikuti jejak penggunaan vaksin dari Pfizer-BioNTech, yang telah mulai diberikan oleh AS dan Inggris kepada masyarakat umum.
Singapura juga telah menyetujui penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech , dengan pengiriman pertama diharapkan pada akhir tahun ini.
Negara lain seperti Kanada, Arab Saudi, Meksiko dan Kuwait juga telah mengizinkan penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech. Sebuah kelompok besar juga akan segera menyusul, jika Uni Eropa memberikan persetujuan akhir, yang bisa datang paling cepat pada 23 Desember.
Vaksin COVID-19 lainnya, yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech China, juga sedang dalam uji coba tahap akhir. Indonesia sudah memiliki 1,2 juta dosis CoronaVac, vaksin yang diuji sejak Agustus lalu.
Berikut adalah perbedaan ketiga vaksin COVID-19 yang dinukil dari Channel News Asia, Jumat (18/12/2020):
PFIZER-BIONTECH
Vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh raksasa farmasi AS Pfizer dan BioNTech Jerman ini adalah vaksin COVID-19 pertama yang disetujui oleh FDA AS untuk penggunaan darurat.
Cara kerjanya: Vaksin Pfizer-BioNTech menggunakan teknologi messenger RNA (mRNA). Vaksin mRNA mengajarkan sel kita untuk membuat protein yang memicu respons imun di dalam tubuh kita. Ini berbeda dengan vaksin tradisional yang memasukkan kuman yang lemah atau tidak aktif ke dalam tubuh kita.
Penyimpanan: Vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech perlu disimpan pada suhu minus 70 derajat Celcius, yang menghadirkan tantangan logistik, terutama untuk negara-negara miskin.
Khasiat: 95 persen
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: