Plt Direktur Kemitraan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo mengatakan, sawit merupakan tanaman yang sangat subur yang tumbuh di Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Malaysia, sehingga keberlanjutannya harus dijaga selama mungkin.
"Kemitraan yang ada saat ini terkait dengan koperasi juga perusahaan kecil dan menengah lalu perusahaan-perusahaan besar. Dalam hal ini untuk meningkatkan nilai tambah dari sawit bersama-sama mitra kita, apakah itu perusahaan kecil, besar, koperasi juga stakeholder dan lembaga kemasyarakatan yang bersama-sama supaya keberlanjutan sawit ke depan dapat terjalin dengan bagus, atau keberlanjutannya sesuai dengan yang kita harapkan," kata Edi dalam webinar online, Selasa (22/12/2020).
Edi menuturkan, BPDPKS mempunyai fungsi untuk menghimpun dana dari ekspor sawit dan turunannya, kemudian juga mengelola dana tersebut untuk menyalurkan ke beberapa jenis program. Seperti program insentif biodiesel, peremajaan sawit rakyat, kemitraan, kemudian sarana prasarana, dan juga terkait pengembangan (SDM).
Baca Juga: Bukan Merugikan, La Nina Justru Tingkatkan Produktivitas Sawit
"Kita ada kegiatan penelitian dan pengembangan kita buat fakta dan data yang sebenarnya terkait sawit seperti apa. Yaitu nanti kita sampaikan, dari situ kita buat buku putih atau klarifikasi data dan fakta, itu juga kita sudah kerja sama dengan Gapki, sebarkan kepada masyarakat yang masih meng-counter atau mengkambinghitamkan atau juga mengkampanyekan negatif sawit supaya jelas, sehingga nanti mereka tau bahwa sawit sesuatu yang sangat kita butuhkan," katanya.
Sementara itu, Pastor Felix Amias mengatakan, kekurang pengetahuan masyarakat inilah yang seharusnya dibantu dengan informasi-informasi yang benar agar dapat berpikir dengan benar dan demikian terpacu untuk ikut berubah, bukan memanipulasi kekurang pengetahuan itu menjadi isu negatif.
"Hutan itu tidak 100% menjamin eksistensi karena cepat atau lambat hutan akan habis. Justru bahasa dan tradisi adat menjadi dasar untuk bersangkutan tetap eksis di dunia," kata Felix, Selasa (22/12/2020).
Felix menuturkan, ada perbedaan antara masyarakat adat di luar Papua dan masyarakat adat di Papua dalam hubungannya dengan perkebunan kelapa sawit. Di luar Papua, ia menjelaskan, tampaknya mindset-nya sudah cukup maju sehingga pergumulan benar-benar berkaitan dengan adanya pengelolahan hutan yang kurang adi.
"Sedangkan masyarakat di Papua (terutama di tempat saya) persoalan utamanya ada pada perubahan mindset (lihat pemahaman-pemahaman keliru yang dicatat di atas) bukan pertama-tama pada persoalan hutan karena anggota marga juga ada yang diam-diam mengklaim diri sebagai pemilik kepada perusahaan dan meminta pembayaran khusus yang menimbulkan masalah di kalangan mereka sendiri," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: