"Dan ini telah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum pembeli dilindungi itikad baik sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung telah menegaskan hal ini dalam Putusan MARI No. 251K/Sip/1958 tanggal 26 Desember 1958 yang kaidah hukumnya berbunyi:'Pembeli yang telah bertindak dengan itikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan haruslah dianggap syah'," tulisnya.
Selain itu, lanjut kuasa hukum, hal yang sama juga telah dijelaskan oleh MA dalam Surat Edaran MA No. 7/2012, yang dalam butir ke IX dirumuskan:"Perlindungan harus diberikan kepada Pembeli Beritikad Baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak..", dan Asas itikad baik tercantum juga dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi:
Baca Juga: Wong Beli Lahan dari Petani, PTPN VIII Gak Bisa Minta Rizieq Kosongkan Lahan Pondok Pesantren
"Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak pertama dan kedua harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak sehingga tidak benar apabila klien kami dianggap telah melakukan tindak pidana atas penguasaan lahan tersebut."
Kuasa hukum mengatakan, berdasarkan informasi yang telah mereka dapatkan di lapangan, terhadap sertifikat HGU PT. Perkebunan Nasional VIII telah dibatalkan dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewisjde) untuk menghindari tumpang tindih kepemilkan atas lahan tersebut dan memastikan apakah betul serttifikat HGU PT. Perkebunan Nasional VIII yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung tersebut benar berada di area lahan yang dikuasai klien kami.
"Untuk itu, diperlukan adanya klarifikasi secara resmi dari pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) terkait peta batas atas lahan HGU (Hak Guna Usaha) yang saat ini diklaim oleh saudara (i.c. PT. Perkebunan Nasional VIII) yang berupa peta digital dari pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang merupakan instansi yang berwenang atas hal tersebut sehingga bersifat objektif dan independen," tegasnya.
Terakhir, kuasa hukum menyebut PT. Perkebunan Nasional VIII, sudah lebih dari 25 tahun menelantarkan dan tidak mengelola langsung lahan tersebut, dan telah ada 9 SHGU PT. Perkebunan Nasional VIII yang sudah dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Tingkat Kasasi Mahkamah Agung) sehingga di dalam sistem hukum agraria, lahan-lahan tersebut adalah merupakan lahan bebas karena HGU hapus dengan sendirinya apabila lahan ditelantarkan oleh pihak penerima HGU, dan otomatis menjadi objek land reform, yaitu memang dialokasikan untuk kepentingan rakyat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum