Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Vaksin Sinovac Bebas Boraks, Formalin, Merkuri, Mulai Disebar ke...

Vaksin Sinovac Bebas Boraks, Formalin, Merkuri, Mulai Disebar ke... Kredit Foto: Reuters
Warta Ekonomi -

Pemerintah bergerak cepat dalam mempersiapkan vaksinasi Corona. Saat ini, 3 juta vaksin Sinovac, yang didatangkan dari China, mulai disebar ke daerah. PT Bio Farma yang ditugaskan sebagai penyalur memastikan, vaksin itu aman dari bahan-bahan berbahaya. Kabar soal vaksin Sinovac mengandung boraks, formalin, dan merkuri cuma hoaks. 

Beberapa hari ini memang banyak hoaks menyesatkan menyebar di media sosial dan WhatsApp. Hoaks tersebut muncul dengan “menggoreng” tulisan “only for clinical trial” yang disebut tercantum dalam kemasan vaksin saat dikirim dari China ke Indonesia. 

Yang menyebar hoaks menyebut, vaksin Sinovac hanya untuk kelinci percobaan. Vaksin Sinovac tidak halal karena berasal dari sel vero atau dari jaringan kera hijau Afrika. Vaksin Sinovac juga berbahaya karena mengandung bahan dasar berbahaya yakni boraks, formalin, aluminium, dan merkuri.

Baca Juga: 9 Kelompok Masyarakat di China Bakal Diinjeksi Vaksin Corona

Mendengar hal ini, Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari Bio Farma, Bambang Herianto, mencoba menenangkan masyarakat. Dia memastikan, vaksin Sinovac yang digunakan pemerintah bukan vaksin yang digunakan untuk uji klinis. Kemasan yang beredar di media sosial tidak benar. Sebab, vaksin yang digunakan menggunakan kemasan berjenis “vial single dose”. Tidak ada penandaan “only for clinical trial”. 

“Vaksin Covid-19 saat ini sudah berada di Bio Farma, dan akan digunakan untuk program vaksinasi. Nantinya, akan menggunakan vaksin yang telah mendapat izin penggunaan dari Badan POM. Sehingga kemasannya pun akan berbeda dengan vaksin yang digunakan untuk keperluan uji klinis,” jelas Bambang, dalam konferensi pers virtual Kementerian Kesehatan, kemarin.

Dia memastikan, vaksin Sinovac final tidak mengandung sel vero. Sel vero memang digunakan sebagai media kultur untuk media tumbuh kembang virus dalam proses memperbanyak virus sebagai bahan baku vaksin. Namun, setelah mendapatkan jumlah yang cukup, virus itu akan dipisahkan dari media pertumbuhan. Sehingga, sel vero dipastikan tidak ikut terbawa sampai proses akhir pembuatan vaksin. "Produk akhir vaksin sudah tidak mengandung sel vero," jelasnya.

 

Bambang menambahkan, vaksin Sinovac hanya mengandung virus yang sudah dimatikan (inactivated virus). Tidak mengandung sama sekali virus hidup atau yang dilemahkan. Ini merupakan metode paling umum dalam pembuatan vaksin.

Mengenai kehalalan vaksin, Bambang menyebut, saat ini sedang dikaji Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Sedangkan untuk distribusi, Bio Farma akan melibatkan seluruh pihak.

Sejak kemarin, pendistribusian vaksin ke 34 provinsi sudah mulai dilakukan. Bio Farma juga sudah mempersiapkan ruang penyimpanan dingin dengan suhu 2-8 derajat celcius. 

“Insya Allah kita sudah siap. Sehingga vaksin nanti yang akan digunakan di masyarakat benar-benar terjamin mutu dan kualitasnya, dapat dijaga rantai dingin pendistribusiannya sampai dengan di Puskesmas atau bila perlu nanti di Posyandu,” jelas Bambang.

Baca Juga: Drone China Terobos Wilayah NKRI, Jangan sampai Insiden Intelijen...

 

Berita hoaks terkait vaksin Sinovac menarik perhatian anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani. Untuk mencegah disinformasi ini, Netty menyarankan pemerintah segera merilis hasil uji klinis tahap ketiga. Dengan begitu, masyarakat tidak lagi resah.

“Isu soal vaksin Sinovac dapat membuat masyarakat bingung, panik, bahkan bisa distrust terhadap pemerintah. Saat ini, info melalui aplikasi komunikasi di handphone sangat cepat beredar. Jika tidak segera ditangani, hal ini berpotensi mengancam keberhasilan program vaksinasi,” tutur Netty.

Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR ini juga meminta pemerintah membangun kepercayaan masyarakat. Caranya, dengan komunikasi publik yang antisipatif. Seperti menjelaskan dengan sebenar-benarnya terkait hasil uji klinis secara transparan dan akuntabel.

“Jangan ada yang ditutupi apapun hasil uji klinis tersebut. Pemerintah juga harus memiliki kemampuan membangun komunikasi publik yang antisipatif, cepat dan akurat. Jangan sampai masyarakat lebih percaya pada info yang diperoleh melalui media sosial,” pesannya.

Untuk BPOM dan LPPOM MUI, Netty meminta segera menyelesaikan pekerjaannya. Seperti keampuhan vaksin, material kandungan, efek samping yang akan timbul, dan kehalalannya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: