Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Konsumsi Makanan Cepat Saji Berlabel Sehat, Amankah?

Konsumsi Makanan Cepat Saji  Berlabel Sehat, Amankah? Konsumsi Makanan Cepat Saji Berlabel Sehat, Amankah ? | Kredit Foto: Republika
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tak salah jika ingin memulai hidup sehat dengan memanfaatkan momentum awal tahun. Namun, hal itu bukan berarti kita bisa sembarang mengonsumsi makanan yang memiliki label 'sehat'. Utamanya, makanan-makanan yang diproduksi dari restoran cepat saji.

Memulai menyantap makanan sehat menjadi lebih menantang karena restoran-restoran cepat saji saat ini mulai menyediakan menu-menu makanan berlabel 'sehat'. Namun demikian, hal yang perlu direnungkan adalah ketersediaan menu berlabel 'sehat' di restoran cepat saji sengaja diadakan untuk mengundang konsumen yang ingin segera hijrah ke makanan yang lebih sehat.

Baca Juga: Ingat, Ini 5 Makanan yang Pantang Disantap Agar Pasien Covid-19 Cepat Sembuh

Masih ada bahaya terbesar dari makanan cepat saji berlabel 'sehat' yang mengintai kita yang ingin memulai untuk hidup sehat. Bahayanya adalah kita telah tertipu sehingga adi lengah dan berpikir bahwa mengonsumsi makanan ini secara teratur bukanlah masalah besar.

Tak dimungkiri, tentu kalorinya mungkin akan menjadi lebih ringan dan lebih sedikit lemak. Namun, menyebut apa pun yang kita pesan di rantai makanan cepat saji berlabel 'sehat' adalah hal yang perlu diwaspadai.

Berikut adalah beberapa efek samping yang berpotensi berbahaya dari makan makanan cepat saji berlabel 'sehat' yang dikonsumsi secara teratur, dilansir di laman Eat This pada Rabu (6/1):

1. Berat badan bertambah, kurang tidur, dan kondisi kesehatan serius lainnya

Satu fakta yang tak terhindarkan dari makanan cepat saji adalah bahwa makanan-makanan itu diproduksi secara massal dan biasanya artinya sangat diproses. Makanan olahan adalah semua makanan yang telah diubah secara kimiawi dan dibuat hanya dari bahan-bahan olahan dan bahan-bahan buatan atau bukan makanan utuh.

Misalnya, kita memesan burger atau sandwich nabati yang sangat bagus untuk mengurangi makan daging merah. Namun, patty, roti, dan saus yang didapatkan dengan pesanan ini dibuat dengan proses yang sangat rumit dengan tambahan-tambahan yang tidak kita ketahui.

Mengandalkan sebagian besar makanan olahan untuk nutrisi dapat menyebabkan penambahan berat badan, penyakit kardiovaskular, ketidakseimbangan hormon, kurang tidur, dan banyak konsekuensi negatif lainnya. Risiko yang besar bahkan mungkin tidak terpikirkan untuk dikaitkan dengan diet kita, seperti perubahan suasana hati, penurunan kesehatan gigi, jerawat, rambut rontok, dan lainnya.

2. Peningkatan tekanan darah

Sodium adalah salah satu nutrisi yang paling banyak dikonsumsi di Amerika Serikat dan beberapa negara. Faktanya, menurut ahli gizi Toby Amidor, sekitar 90 persen orang Amerika mengonsumsi lebih dari jumlah natrium yang direkomendasikan setiap hari.

Ada beberapa hal yang lebih buruk bagi kesehatan kardiovaskular daripada natrium dalam jumlah besar. Hal itu mengingat natrium dapat meningkatkan tekanan darah dan menempatkan kita pada risiko stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan penyakit ginjal yang jauh lebih tinggi.

Makanan cepat saji terkenal karena sarat dengan natrium. Misalnya, banyak salad, serta sandwich dan sup, dari rantai makanan cepat saji utama mengandung lebih dari 50 persen asupan harian yang direkomendasikan.

Amidor mengatakan, banyak rantai makanan cepat saji menambahkan rasa pada makanan mereka dengan menambahkan garam, bahkan pada menu yang disebut menu sehat. "Karena itu, kita bisa mengonsumsi 75 persen atau lebih natrium harian yang direkomendasikan dalam satu kali makan," kata Amidor.

3. Konsumsi gula tambahan yang berlebihan

Menambahkan gula adalah silent killer atau pembunuh diam-diam. Hal ini juga ditemukan dalam berbagai komponen makanan cepat saji, termasuk item menu berlabel 'sehat'.

Beberapa barang sehat seperti yoghurt pun sering kali memiliki lebih banyak pemanis tambahan. Misalnya, seperti sirup jagung fruktosa tinggi, daripada yang direkomendasikan setiap kali makan.

"Rantai cepat saji sering kali menggunakan lebih dari apa yang dianggap sebagai jumlah gula tambahan yang wajar untuk membuat makanan mereka lebih menarik dan membuat ketagihan," kata Amidor.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: