Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lufti mengungkapkan penyebab kenaikan harga kedelai yang berujung pada berhentinya produksi bahan makanan, seperti tahu dan tempe, pada beberapa waktu lalu.
Menurut Lutfi, keadaan ini disebabkan tingginya permintaan akan kedelai. "Sekarang ini harga kedelai US$13. Harga ini merupakan harga tertinggi dalam enam tahun tarakhir," kata Lutfi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (11/1/2021).
Baca Juga: Importir Kedelai Bisa Dipidana Apabila Terbukti Menimbun dan Membuat Kelangkaan
Selain naiknya permintaan, tingginya harga kedelai didorong terganggunya kapasitas produksi. Negara-negara Amerika Latin yang merupakan salah satu produsen terbesar kedelai mengalami gangguan cuaca, ditambah lagi aksi mogok kerja di sektor distribusi dan logistik.
"Ada gangguan cuaca La Nina di Latin Amerika yang menyebabkan basah di Brazil dan Argentina. Yang kedua diperparah dengan Argentina yang mengalami aksi mogok. Jadi kalau kemarin itu mogoknya di sektor distribusi, sekarang ini mogoknya di pelabuhan; yang satu berhenti, yang satu mulai. Jadi, ini menjadi gangguan tersendiri, sedangkan di Argentina itu dibawa pakai kapal melewati sungai dan keluar di Brasil untuk pengapalan," ujar dia.
Selain itu, tingginya permintaan dari China untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak babinya turut mendorong tingginya harga kedelai di pasar global. Lutfi mengungkapkan, pada 2019-2020 China mengalami swine flu atau flu babi. Flu babi ini menyerang ternak mereka di mana seluruh ternak babi yang ada di China ini dimusnahkan.
"Jadi hari ini mereka memulai ternak babi itu lagi dengan jumlah sekitar 470 juta yang tadinya makanannya tidak diatur, hari ini makanannya diatur. Karena makanannya diatur tiba-tiba karena babi ini yang besar ini hampir mengaliduakan permintaan kedelai dari China kepada Amerika Serikat dalam kurun waktu yang singkat. Jadi, dari 15 juta biasanya permintaan di sana naik menjadi 28 juta permintaan. Ini menyebabkan harga yang tinggi," paparnya.
Meski permintaan tinggi, ia memastikan pasokan kedelai di Indonesia aman untuk tiga hingga keempat bulan ke depan. Sayangnya, ketersediaan itu memang harus diiringi dengan kenaikan harga.
"Juga pemerintah menjembati importir dan pedagang. Saya berjanji akan terjadi pembicaraan yang khusus antara saya, perajin, dan importir," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: