Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lagi-Lagi Ahok, Mantan Gubernur DKI yang Doyan Kontroversi

Lagi-Lagi Ahok, Mantan Gubernur DKI yang Doyan Kontroversi Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali menjadi perbincangan, bahkan menjadi pusat kontroversi. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu kedapatan ikut meramaikan pesta yang juga dihadiri Raffi Ahmad dan sejumlah artis di sebuah rumah di kawasan Jakarta Selatan.

Padahal, saat ini masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diperketat di Jakarta atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Belum lagi di sana ada Raffi Ahmad yang baru saja divaksin Covid-19 bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi). Keadaan pun gaduh di khalayak luas. Baca Juga: Berpesta Pora Tanpa Prokes, Raffi dan Ahok Di-Bully: Kami Berhak Marah! Norak!

Kembali ke Ahok. Berikut seputar kontroversi yang pernah dilakukan Komisaris Utama PT Pertamina itu yang berhasil dihimpun SINDOnews, Jumat (15/1/2021).

Kasus Lahan RS Sumber Waras Jakarta Barat

Ahok mengalami masalah dengan BPK DKI Jakarta setelah BPK menyatakan adanya masalah dalam pembelian lahan RS Sumber Waras yang berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp191 miliar. Tudingan markup tersebut dibantah RS Sumber Waras bahwa NJOP berasal dari penilaian pemerintah bukan tawaran RS Sumber Waras.

Ahok balik menuduh BPK memiliki kepentingan terselubung dan tendensius. Kemudian ditindaklanjuti laporan BPK ke KPK yang kemudian ditanggapi KPK dengan kesepakatan bahwa kasus ini belum cukup bukti untuk berlanjut menjadi kasus korupsi.

Pembongkaran Kawasan Prostitusi Kalijodo

Pada 29 Februari 2016 kawasan Kalijodo dibongkar lantaran melanggar jalur hijau. Penertiban ini sebenarnya berjalan lancar dan warga bersedia direlokasi ke rusunawa atau dipulangkan. Namun, perlawanan secara hukum terjadi oleh penguasa kawasan bernama Daeng Azis dan beberapa anggota masyarakat yang diwakili oleh pengacara Razman Arif Nasution. Daeng Azis pun menjadi tersangka untuk beberapa kasus.

Pencopotan Kepala SMAN 3 Jakarta Retno Listyarti

Pada 16 Mei 2015, Kepala SMA Negeri 3 Jakarta Retno Listyarti dicopot dari jabatannya. Alasan pencopotannya karena meninggalkan SMA yang menjadi tanggungjawabnya untuk mengawasi saat pelaksanaan UN dan memilih sesi wawancara di televisi bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu Anies Baswedan. Retno kemudian mengajukan gugatan ke PTUN dan dimenangkan, namun Ahok ngotot tidak bisa mengembalikan jabatannya sebagai kepala sekolah.

Pelarangan Sepeda Motor di Jalan MH Thamrin

Pada November 2014, Ahok mengeluarkan aturan larangan sepeda motor memasuki Jalan Thamrin hingga Medan Merdeka Barat. Sebagai gantinya, warga bisa menikmati layanan bus tingkat gratis dan disediakan lahan parkir.

Namun, kebijakan ini dikecam. Indonesia Traffic Watch memutuskan menggugat Pergub Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor karena dianggap bertentangan dengan Pasal 133 ayat 2 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kebijakan ini juga dianggap mengenyampingkan kepentingan pengguna sepeda motor, terutama mereka yang menyandang disabilitas. Baca juga: Habib Rizieq Shihab Ditahan, Ahok Trending Topik

Konflik TPST Bantargebang Bekasi

Konflik antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi bermula dengan rencana memutuskan kontrak kerja dengan PT Godang Tua Jaya selaku pengelola TPST Bantargebang. Pemutusan kontrak ini diikuti kecurigaan kongkalikong antara PT Godang Tua Jaya dan DPRD Bekasi. Sebab, DPRD Bekasi mengajukan protes karena DKI dianggap menyalahi ketentuan jenis truk, rute, dan waktu pengiriman sampah dari Jakarta melewati jalanan Bekasi tidak sesuai perjanjian sehingga akhirnya 6 truk pengangkut sampah milik DKI ditangkap Dinas Perhubungan Bekasi. Baca Juga: Makin Panas! Bawa-Bawa Nama Wapres, Orang MUI Bandingkan Kasus Ahok dan Anies

Kisruh APBD 2015

Pada 2015, pemerintahan Ahok terlibat sengketa dengan DPRD DKI berkaitan dengan penetapan APBD tahun itu. Akibat sengketa ini, hingga Februari 2015 APBD DKI Jakarta belum ditetapkan. APBD DKI 2015 gagal disahkan meskipun mediasi telah dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri sehingga DKI harus berbalik menggunakan pagu APBD 2014.

Kasus Surat Al Maidah 51

Pada 27 September 2016, saat memperkenalkan proyek pemerintah melalui sebuah pidato di depan warga Kepulauan Seribu, Ahok menghimbau agar warga setempat tetap menerima proyek pemerintah tanpa harus sungkan meskipun tidak memilihnya. Ahok mengakui dan menyadari bahwa beberapa warga dapat dimengerti jika mereka tidak memilihnya karena mereka "diancam dan ditipu" oleh beberapa kelompok yang menggunakan Surat Al-Maidah Ayat 51 yang mengacu pada sebuah ayat yang oleh beberapa kelompok disebut sebagai alasan untuk menentangnya.

Pada 28 September 2016 Pemprov DKI mengunggah rekaman kunjungan tersebut yang berdurasi 1 jam 48 menit dan 33 detik tersebut ke YouTube dalam sebuah saluran resmi pemerintah yang sering menampilkan kegiatan gubernur. Video kemudian disunting menjadi 30 detik dan diunggah Buni Yani melalui akun Facebooknya dengan statusnya yang mengutip dengan memenggal kata dari kutipan kalimat ucapan Ahok sehingga menimbulkan salah tafsir atas pernyataan Ahok dan menjadi viral karena beberapa warga menganggapnya sebagai penghinaan terhadap Al Quran.

Kasus ini memicu terjadinya aksi 4 November atau 411 yang berakhir ricuh dengan 3 mobil aparat dibakar, 18 mobil rusak, 160 pendemo dirawat karena terkena gas air mata, dan lebih dari 80 polisi luka.

Kasus surat Al Maidah berbuntut panjang hingga pada 16 November 2016, Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Meskipun demikian, dia tetap dapat mengikuti tahapan Pilkada DKI sebagai Calon Gubernur. Ahok kemudian menjalani dua tahun penjara akibat kasus penistaan agama tersebut.

Melanjutkan Pembahasan Raperda Reklamasi

Ahok meminta DPRD DKI melanjutkan pembahasan Raperda reklamasi di Teluk Jakarta. Langkah Ahok ini menjadi kontroversi lantaran dalam kajiannya KPK menyatakan proyek reklamasi masih menyimpan beberapa masalah.

Dampak dari raperda bermasalah ini menyeret Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi sebagai tersangka lantaran menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: