Viral Cuitan Bule Amerika Soal Bali yang Jadi Arena Debat, Singgung Privilege hingga Gentrifikasi
Seorang pengembara digital asal Amerika Serikat memicu perdebatan sengit di Twitter. Musababnya, dia menulis utas tentang pindah ke Bali, yang tidak disukai oleh banyak orang Indonesia yang menuduhnya tuli secara budaya, seperti dilansir Coconut, Senin (18/1/2021).
Utas, yang mungkin dimaksudkan sebagai panduan untuk "bagaimana Anda bisa berkembang dalam hidup," dimulai dengan cukup sederhana. Wanita itu mengatakan dia memutuskan untuk memesan penerbangan ke Bali dengan pacarnya setelah menghabiskan sebagian besar tahun 2019 tanpa kerja.
For anyone curious about the deleted/hidden Bali thread pic.twitter.com/FYA3mRcMNf
— Salt chip (@gastricslut) January 17, 2021
Pulau, tempat dia tinggal selama lebih dari setahun sekarang, adalah tempat dia membangun bisnis desain grafisnya sendiri. Di pulau wisata itu, dia tinggal hanya dengan US$400 sebulan di sebuah "rumah pohon". Angka itu sangat sedikit dibandingkan dengan US$1.300 per bulannya Studio Los Angeles.
Wanita itu menggambarkan Bali sebagai "obat yang sempurna" untuk kesehatan fisik dan emosionalnya, dan melanjutkan dengan membuat daftar manfaat tinggal di sini: keamanan, biaya hidup rendah, gaya hidup mewah, dan penerimaan terhadap orang LGBT.
Dia juga berbagi pengalaman positifnya sebagai perempuan kulit hitam dengan komunitas kulit hitam di Bali, sebelum membungkus utas dengan tautan ke e-book US$30-nya, Our Bali Life is Yours, yang merupakan “panduan mendobrak cara kami melakukannya dan bagaimana kamu bisa melakukannya juga.”
Wanita yang dipermasalahkan telah mengunci akunnya setelah reaksi langsung yang terjadi selama akhir pekan hingga Senin (18/1/2021) pagi. Utas itu bertemu dengan sub-tweet, ribuan balasan dan kutipan-tweet, di mana orang-orang memanggilnya sebagai orang asing di Indonesia yang punya hak istimewanya dan menunjukkan bagaimana panduannya pada dasarnya adalah resep untuk gentrifikasi.
Utas itu bermasalah karena berbagai alasan, termasuk pelabelan Bali yang tidak bertanggung jawab sebagai "ramah-queer" meskipun fakta bahwa anggota komunitas LGBTQ di Indonesia hidup dalam ketakutan akan penganiayaan dan menjadi sasaran pihak berwenang dan kelompok konservatif.
Idenya tentang “biaya hidup rendah” juga menunjuk pada masalah yang mengakar kuat yang tidak boleh diabaikan ketika berbicara tentang pariwisata di Bali. Bisa diambil contoh, di mana sewa US$400 terjangkau untuk orang asing yang berkunjung tetapi upah minimum provinsi hanya tentang US$177.
How have you ensured that moving to Bali and encouraging others to do so isn't contributing to gentrification? (i.e raising prices so natives aren't kicked out/forcing Balinese to learn English as opposed to expats learning Bahasa, etc.?)
— ???? (@stevanicaa) January 16, 2021
so basically using the privilege of western education to become upper class in an asian country where most people can only clean such houses. yeah that doesn’t sound problematic at all.
— Complex Nightmare (@debatante) January 17, 2021
That thread about moving to Bali as an American hits me in all the wrong ways knowing that Americans weren't taught how fucked up Indonesia has been to West Papua. That Indonesian soldiers literally kill West Papuans, every day. Moving there, even visiting, perpetuates that death
— Lani Mermaid (@Lani4Pasifika) January 17, 2021
im sorry, but as a young Indonesian queer woman i was fucking livid at her audacity for plugging her tips and tricks on how to cheat the visa system to live an "elevated" life in Bali while I am here stuck in the closet in fear of persecution and struggling to make ends meet. https://t.co/ONmE8QMR0N
— olive???? is ia till january (@acciolivia) January 17, 2021
Selain itu, sangat mengganggu bahwa dia akan mendorong orang-orang untuk menghindari aturan imigrasi untuk menghindari pembatasan perjalanan yang diberlakukan selama pandemi, terutama ketika Indonesia masih berjuang untuk mengendalikan krisis COVID-19.
Dengan sifat diskusi Twitter yang cenderung ke segala arah, orang Indonesia juga telah dituduh melanggengkan anti-hitam (anti-black) karena menyebut perempuan kulit hitam. Namun, perlu dicatat bahwa meski Indonesia memang memiliki masalah dengan rasisme, kontroversi khusus ini tidak pernah tentang ras.
Ini bahkan bukan pertama kalinya orang asing mendapat kritik karena menyalahgunakan hak istimewa mereka di Bali, seringkali dengan mengorbankan penduduk setempat.
Utasan perempuan itu memperparah masalah kompleks seputar Bali, termasuk model pariwisata yang tidak berkelanjutan, yang digambarkan dengan provinsi tersebut sebagai negara yang paling terpukul ekonomi di Indonesia akibat wabah virus corona.
Native SE Asians have been talking about foreign expats for YEARS and the only reason why folks haven’t seen the discourse is bc
1. Most Americans don’t care about what’s going on in other countries
2. The discourse isn’t happening in English, it’s happening in local languages— Asia Jackson (@aasian) January 17, 2021
Ada juga masalah di tingkat resmi, di mana pihak berwenang secara tidak resmi menoleransi pengembara digital yang tinggal di sini dalam waktu lama tanpa membayar pajak.
Kalaupun ada, kontroversi viral telah menunjukkan bahwa orang Indonesia lebih vokal dari sebelumnya tentang masalah ini. Meskipun perubahan kebijakan resmi mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk terwujud, warga negara biasa jelas tidak mundur dari memberi tahu orang asing untuk memeriksa hak istimewa mereka.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: