Persoalan rendahnya budaya baca sehingga berdampak pada rendahnya literasi masyarakat Indonesia harus dipahami secara komprehensif, tidak parsial. Sisi hilir yang menjadi imbas dari permasalahan di sisi hulu mengakibatkan kekurangsediaan bahan bacaan, distribusi penyajian bahan bacaan yang kurang tepat, serta alokasi dana yang disediakan pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan bahan bacaan yang masih minim.
Pemerintah, penerbit, masyarakat, maupun stakeholder lain diharapkan segera mengatasi permasalahan di sisi hulu dan hilir agar pembangunan SDM Unggul Indonesia Maju bisa terealisasi secepatnya.
Baca Juga: Terungkap, Faktor Indeks Literasi Masyarakat Menurun
"Ini menjadi fokus kegiatan Perpustakaan Nasional pada 2021," terang Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando, membuka webinar Pustakawan dalam Mewujudkan SDM Unggul Indonesia Maju Melalui Budaya Literasi, Rabu (20/1/2021).
Di abad ini, perpustakaan tidak melulu bermain pada tatanan manajemen koleksi, tapi sudah berfokus pada bagaimana melakukan distribusi pengetahuan (transfer knowledge) sebagai solusi mencerdaskan anak bangsa.
Rendahnya angka masyarakat yang mampu mengecap pendidikan perguruan tinggi menurut data BPS dan Bappenas hanya 8-10 persen memaksa alternatif lain bagaimana kualitas dan daya saing bisa dikatrol. Misalnya, dengan menyelenggarakan pelbagai kegiatan vokasi dengan pengadaan buku-buku ilmu terapan dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat untuk membentuk skill, kreativitas, dan inovasi.
"Di saat yang bersamaan, pemerintah memfasilitasi dengan pendampingan ataupun pemberian kredit usaha di sektor UMKM," tambah Syarif Bando.
Para pelaku akademisi bisa mengisi peran dengan menuliskan buku-buku bergenre ilmu terapan yang sesuai karakteristik geografi dan demografi penduduk. Tinggal melihat potensi penduduk dan alam apa yang bisa dimanfaatkan untuk perbaikan kesejahteraan. "Daya saing hanya bisa diciptakan, salah satunya dari kebiasaan membaca," terang Kepala Perpusnas.
Senada dengan Kepala Perpusnas, Plt Deputi Bidang SDM Aparatur Kemenpan RB, Teguh Widjinarko, mengakui bahwa kegemaran membaca masyarakat masih rendah sehingga aktivitas sharing knowledge perlu terus dilakukan. Potensi ini yang bisa dimaksimalkan oleh perpustakaan dan pustakawan untuk mendukung terciptanya kualitas SDM yang unggul.
"Pustakawan adalah gerbang pembuka. Penghubung dan pengelola jejaring pengetahuan dunia," terang Teguh.
Jika masyarakat terbatasi jarak, perpustakaan perlu menghadirkan layanan elektronik/digital sebagai pendekatan alternatif. Apabila daerah mau menjadi berdaya saing, pemerintah harus fokus pada pembangunan SDM. "Kemampuan literasi harus digiatkan untuk meningkatkan daya saing," tambah Teguh.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas Subandi mengatakan, strategi pembangunan perpustakaan merupakan mendukung pembangunan karakter yang memuat dua kebijakan, yaitu peningkatan budaya literasi dan penguatan institusi sosial penggerak literasi dan inovasi.
Deputi Bappenas lantas menjelaskan secara garis besar peran perpustakaan terbagi tiga, yakni sebagai pusat pengetahuan dan informasi untuk inovasi dan kreativitas, pusat kegiatan masyarakat, dan pusat kebudayaan. "Perpustakaan harus mendampingi masyarakat dalam meningkatkan soft skill dan hard skill sehingga masyarakat dapat terjun dengan baik ke lapangan kerja di masa depan," ucap Subandi.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Harya Wibisana menekankan bahwa yang terpenting bukan kemampuan baca dan tulis, melainkan kompetensi dan knowledge.
Saat ini, perpustakaan digital menjadi solusi alternatif. Bima menyarankan pemanfaatan aplikasi layanan digital bisa dikorelasikan dengan sosial media sehingga eksplorasi pemanfaatan perpustakaan bisa maksimal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: