Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

PDB Indonesia Tahun Ini Diproyeksikan Cuma Tumbuh 3,9%

PDB Indonesia Tahun Ini Diproyeksikan Cuma Tumbuh 3,9% Kredit Foto: Unsplash/ Afif Kusuma
Warta Ekonomi, Jakarta -

CIMB Niaga memproyeksikan PDB Indonesia pada tahun ini akan tumbuh sebesar 3,9%, yang dimulai dengan geliat perekonomian di kuartal I 2021 sebesar 0,8% yoy. Ada lima faktor yang mempengaruhi dinamika ekonomi di 2021. Dua faktor pertama bersifat mendukung angka pertumbuhan yang lebih tinggi; tiga faktor sisanya bersifat menurunkan prospek laju pertumbuhan ekonomi di 2021.

Pertama, base-effects menjelaskan sekitar tiga-perempat dari cerita pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021. Sisanya diterangkan oleh normalisasi perekonomian di pulau Jawa (hampir 60% dari total PDB Indonesia), yang ditopang oleh sektor keuangan, telekomunikasi, infrastuktur publik (via alokasi APBN sekitar IDR 400 triliun), dan kesehatan, sejalan dengan dimulainya program vaksinasi.

"Kedua, prospek dorongan likuiditas lewat stimulus fiskal (terutama belanja modal) yang didukung oleh penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) lebih lanjut ke arah 3,50%," ujar Chief Economist CIMB Niaga Adrian Panggabean dalam keterangannya di Jakarta, Kemarin.

Faktor Ketiga, lanjut dia, dorongan fiskal akan kembali terhambat oleh kelembaman tata administratif (business processes) sehingga sisi pengeluaran APBN hanya akan mencapai maksimum 85-90% dari anggaran. Di sisi penerimaan, APBN akan terkendala oleh kurangnya penerimaan pajak sebagai akibat dari belum pulih sepenuhnya kondisi perekonomian.

Baca Juga: Masih Negatif, CIMB Niaga Proyeksi Ekonomi Triwulan IV 2020 Negatif 2,9%

"Kendala sisi penerimaan dan keperluan untuk menjaga arus kas APBN berpotensi menghambat efektivitas dari rencana stimulus fiskal," tukasnya.

Lebih lanjut, faktor Keempat ialah terkendalanya mobilitas faktor produksi (sebagai konsekuensi dari masih akan berkepanjangannya pandemi di 2021) akan menyebabkan ekspansi produksi belum akan terjadi secara signifikan.

Bahkan di bawah asumsi laju kecepatan vaksinasi di kisaran 200.000 – 250.000 pax per hari (ala Eropa atau Amerika Serikat) pun, dan seandainya pun stok vaksin tersedia secara tepat waktu dan jumlah, maka jumlah masyarakat Indonesia yang akan berhasil divaksinasi di 2021 kemungkinan besar hanya mencapai 40-50% dari target 181+ juta penduduk.

"Artinya, prospek belum akan terbentuknya herd immunity berpotensi menyebabkan perusahaan belum berani menggenjot produksinya secara maksimal," kata Adrian.

Dan terakhir, pengurangan belanja modal (capex) selama tahun 2020 diperkirakan akan terus berlanjut di 2021. Paling tidak di segmen korporasi swasta. Implementasi proyek infrastruktur dari belanja modal APBN sebesar Rp400 triliun kemungkinan besar akan menghadapi tantangan dari belum terciptanya herd immunity.

"Rendahnya capex di 2020 telah berdampak pada turunnya angka “potential output” di 2021. Belum terciptanya “optimal mix” antara capex swasta dan capex pemerintah di tahun 2021 berpotensi menurunkan potential output di tahun 2022," imbuhnya.

Dilihat dari perspektif ini, hanya tersisa dua katalis investasi yang diharapkan berperan sebagai “game changer”, yaitu: Pertama, implementasi dari Omnibus Law Cipta Kerja mulai bulan Februari 2021;  Kedua, lembaga Sovereign Wealth Fund (SWF) yang diharapkan telah berfungsi penuh dan menjalankan operasi investasinya juga di bulan Februari 2021.  

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: