Raih Pendanaan Rp290 Miliar, Startup Ula Siap Kembangkan Layanan Hingga Ekspansi
Ula, startup e-commerce berbasis di Indonesia mengumumkan perolehan pendanaan Seri A senilai US$ 20 juta atau setara Rp290 miliar yang dipimpin oleh Quona Capital bersama B Capital Group. Beberapa investor sebelumnya seperti Lightspeed India dan Sequoia Capital India turut berpartisipasi dalam pendanaan kali ini.
Pendanaan Seri A ini akan digunakan untuk memaksimalkan rencana ekspansi Ula ke depan seperti pengembangan produk dan layanan, serta peluncuran kategori produk baru. Ula pertama kali diluncurkan pada Januari 2020 dengan tim yang berada di Indonesia, India, dan Singapura, sampai saat ini telah melayani lebih dari 20,000 toko yang mayoritas berlokasi di Jawa Timur.
Baca Juga: Strategi Bisnis Insurtech Igloo: Galang Pendanaan Hingga Target Distribusi Polis 3X Lipat
"Peritel kecil atau UMKM sangat terintegrasi dengan ekonomi dan budaya Indonesia. Mereka adalah wirausahawan dan pengusaha mikro yang jika dibandingkan dengan peritel modern, sebetulnya menjalankan bisnis dengan biaya yang sangat efisien. Namun di lain pihak, bisnis mereka yang berskala kecil menyebabkan mereka menjadi segmen yang paling rentan di dalam rantai penjualan ritel. Mereka menghadapi beberapa tantangan dalam bisnis seperti terbatasnya ketersediaan produk, tingginya harga produk di pasaran untuk dapat mereka jual, layanan yang belum maksimal, dan juga modal kerja yang terbatas," kata Co-Founder dan CEO Ula, Nipun Mehra.
Lebih lanjut, Nipun mengatakan bahwa tantangan tersebut tidak hanya terbatas pada satu kategori saja. Semua kategori, termasuk Fast Moving Consumer Goods (FMCG), barang-barang konsumsi , pakaian, elektronik, dan kategori lainnya juga memiliki tantangan yang sama.
Di kebanyakan pasar negara berkembang, toko fisik tradisional berkontribusi hampir 80% terhadap total pasar ritel. Di Indonesia, angka tersebut diperkirakan sebesar US$ 200-250 miliar dengan tingkat pertumbuhan yang mencapai US$ 15 miliar per tahun. Dalam operasionalnya, kelompok peritel kecil memiliki keunggulan biaya sebesar 8-10% jika dibandingkan peritel modern, karena mereka sering kali mempekerjakan anggota keluarga dan beroperasi dari rumah.
Selain itu, mereka juga memiliki wawasan dan pemahaman yang mendalam dan spesifik secara personal mengenai perilaku konsumen di wilayah mereka yang sangat berharga untuk bisnis. Namun, pengadaan stok produk yang tidak efisien, akses terbatas ke solusi teknologi dengan harga terjangkau, dan biaya modal kerja yang tinggi menghambat kemampuan bisnis ini untuk lebih bersaing dan bertumbuh.
Perusahaan mengklaim, banyak mitranya telah mengalami peningkatan laba harian sebesar 15% yang berasal dari durasi waktu buka toko mereka yang lebih panjang, mengurangi kemungkinan habisnya persediaan barang, serta harga pembelian stok yang kompetitif.
Ula telah memiliki tim yang tersebar di Indonesia, India dan Singapura, hal ini menjadikannya organisasi yang terdistribusi sejak awal didirikan. Saat ini, Ula sedang membentuk tim teknologi di Indonesia, India dan Singapura, dan juga merekrut berbagai peran kunci dalam manajemen kategori, analitik, kredit, serta pemimpin P&L kota di Indonesia.
Ula kini berfokus pada produk “kebutuhan harian” konsumen, barang-barang yang termasuk dalam FMCG dan kebutuhan pokok, seperti beras serta barang yang penting untuk setiap rumah tangga di Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: