Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin Muhtadi mencermati wacana Pilkada serentak 2022-2023 menggantikan Pilkada serentak 2024 yang diduga demi memberi panggung politik bagi Anies Baswedan. Menurutnya, pertarungan pilpres mestinya dilakukan secara adil.
Terpantau, fraksi di DPR sempat terpecah dalam membahas RUU Pemilu, khususnya soal wacana pelaksanaan Pilkada serentak 2022 dan 2023. Kubu penolak Pilkada 2022-2023 diduga yang ingin menyulitkan Anies Baswedan dalam Pilpres 2024.
Baca Juga: Anies Baswedan Disebut Muliakan Jokowi Ketika Tunjukan Prestasi Pimpin DKI Jakarta
"Proses pemilihan harus fair dan siapa yang dipilih harus fair. Jangan kemudian alasan takut sama Anies (Pilkada 2022) jadi panggung untuk (Pilpres 2024)," kata Burhanuddin dalam Webinar IPI pada Senin (8/2/2021).
Burhanuddin mengingatkan agar lawan politik Anies bertarung secara adil, yaitu lewat pesta demokrasi. Ia menyayangkan jika pesaing Anies justru berusaha menjegal Anies lewat perubahan regulasi Pemilu.
"Kalau tidak setuju Anies, ya ditantang dalam pemilu yang fair. Jangan aturan mainnya yang disingkirkan. Harusnya, main dalam permainan (pemilu) yang sama," ujar Burhanuddin.
Burhanuddin menyerukan partai politik untuk menemukan kandidat melawan Anies ketimbang sibuk menyulitkan Anies.
"Buatlah calon yang lebih kuat dari Anies," sebut Burhanuddin.
Di sisi lain, Burhanuddin menilai, sebagian parpol mestinya tak telanjur fobia dengan Anies. Sebab, ia mendapati elektabilitas Anies cenderung biasa-biasa saja. Elektabilitas Anies jika ingin mengikuti jejak Joko Widodo dari Gubernur DKI Jakarta menjadi Presiden belum bisa disamakan.
"Dalam hasil survei saya, Anies enggak kuat-kuat amat sebagai presiden. Pun elektablitas Anies tidak jauh di atas angin dibanding waktu Jokowi jadi Gubernur 2012 (untuk nyapres 2014). Anies lebih rata dan approval rating-nya biasa saja," ungkap Burhanuddin.
Sebelumnya, mayoritas fraksi di DPR dipastikan menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan begitu, Pilkada serentak 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan pada 2024 sesuai dengan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Tercatat, fraksi-fraksi yang awalnya mendukung revisi UU Pemilu adalah PKS, Partai Demokrat, Partai Nasdem, dan Partai Golkar. Belakangan, Partai Golkar dan Partai Nasdem akhirnya sepakat menolak revisi UU Pemilu.
Diketahui, survei nasional IPI menunjukkan, masyarakat cenderung memilih pilkada tidak digelar serentak dengan pilpres dan pileg di tahun 2024. Sebesar 63,2 persen responden survei nasional ini menghendaki pilkada dipisah dengan pilpres dan pileg. Burhanuddin menyerukan partai politik untuk menemukan kandidat melawan Anies.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum