PT Pertamina (Persero) telah mengambil kebijakan untuk mengkaji ulang rencana pembelian gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) dari Mozambique LNG1 Company Ltd sebesar satu juta ton LNG per tahun mulai tahun 2024 hingga 2044 mendatang. Kebijakan review tersebut sempat memantik polemik di masyarakat dan juga kalangan pengamat, lantaran BUMN migas itu disebut tengah terancam gugatan dari pihak Mozambique LNG1 Company Ltd hingga Rp39,5 triliun sebagai ganti-rugi atas pembatalan transaksi yang telah disepakati. Menjawab polemik yang muncul, Pakar Hukum Bisnis Universitas Trisakti, Ary Zulfikar, menyatakan bahwa langkah review yang diambil pihak Pertamina sudah tepat dan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. “(Kebijakan) Review tersebut sudah tepat, karena telah memenuhi unsur kehati-hatian, terutama di tengah masa pandemi seperti ini yang menyebabkan permintaan (LNG di domestik) turun tajam,” ujar Ary, dalam keterangan resminya, Minggu (14/2).
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 97 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menurut Ary, direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan, dalam hal ini wajib melakukan dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Dikatakan Ary, dalam UU tersebut telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan penuh tanggung jawab adalah memperhatikan perseroan dengan seksama dan tekun. Dengan demikian, sudah menjadi tugas direksi untuk menjalankan prinsip kehati-hatian sebagai bagian dari amanat UU untuk bertanggung jawab dan memperhatikan perseoran dengan seksama dan tekun. “Jadi kalau ada transaksi-transaksi yang ditengarai berpotensi merugikan, apalagi di tengah kondisi pandemic seperti sekarang, maka sudah menjadi tugas direksi untuk melakukan review terhadap transaksi-transaksi yang dilakukan oleh perseroan. Dan dalam melakukan analisisi juga perlu dilihat perjanjian yang pernah dibuat,” tutur Ary.
Justru sebaliknya, jika direksi tidak melakukan prinsip kehati-hatian tersebut, maka dalam pandangan Ary direksi wajib mempertanggungjawabkannya pada akhir tahun kepada komisaris dan juga pemegang saham. Terlebih, Ary menegaskan bahwa di tengah pandemi seperti saat ini memang membuat banyak industry terpaksa melakukan review terhadap kontrak-kontrak yang telah ditandatangani sebelumnya. Hal itu dalam pandangan Ary dapat dipahami dan menjadi pemakluman karena kondisi masyarakat dan pasar juga tengah mengalami sejumlah gangguan. “Banyak industry melakukan review terhadap kontrak mereka. MIsalnya saja PetroChina yang menangguhkan impor LNG dan juga gas pipanya. Lalu perusahaan properti dan konstruksi juga mengajukan renegosiasi dengan perbankan agar dapat relaksasi. Jadi kebijakan (review) ini memang sudah tepat dan sesuai dengan amanat UU,” tegas Ary.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma