Namun, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari membantah kecurigaan tersebut. Menurutnya, kalau memang Jokowi ingin mempersiapkan Gibran for Capres 2024, maka revisi UU Pemilu tetap dilakukan. Sehingga, nantinya Gibran bisa maju dulu di Pilkada DKI 2022.
“Justru kalau Jokowi itu punya agenda jadikan Gibran sebagai capres 2024, masa buat dia paling itu Pilkadanya 2022,” kata Qodari, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Qodari, jika bicara kontestasi kepala daerah, bukan soal lama cepatnya jabatan. Tetapi bagaimana kinerja kepala daerah itu apakah disukai masyarakat atau tidak. “Jokowi terpilih gubernur tahun 2012 menjabat Oktober 2012, tapi enam bulan kemudian ada survei dia sudah nomor satu jadi capres, jadi sebetulnya agak naif kalau mengatakan terlalu cepat,” jelasnya.
Qadari berpendapat, melompatnya terlalu jauh kalau dari Wali Kota Solo, lantas Gibran langsung ke Pilpres 2024. Idealnya, tahapan yang dilalui berikutnya, yakni Pilkada DKI dulu.
“Kalau misalnya Jokowi punya agenda mengajukan Gibran di DKI atau bahkan Pilpres 2024, justru dia berkepentingan majukan jadwal Pilkada itu tahun 2022,” kata Qodari kembali mengulang analisisnya.
Hal senada juga disampaikan pengamat Politik Hendri Satrio. Menurutnya, masih terlalu dini bila Gibran dipaksakan maju di Pilpres 2024.
“Kalau Jokowi mau mempersiapkan Gibran untuk maju ke nasional, itu paling cepat 2029. Paling cepat. Itu normalnya. Tetapi kalau mau dipaksakan, kita enggak pernah tahu,” kata pengajar di Universitas Paramadina ini.
Lantas apa tanggapan parpol? Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid menilai tidak ada masalah jika Gibran mau nyapres. Pasalnya, itu hak semua orang termasuk putra sulung Jokowi itu.
“Namun pembatalan revisi Undang-Undang Pemilu tidak ada hubungannya dengan Gibran. Silakan saja nyapres, tidak ada larangan,” kata Jazilul kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti