Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

China Kekang Raksasa Fintech Jack Ma, Biar Tak Gusur Bank Konvensional

China Kekang Raksasa Fintech Jack Ma, Biar Tak Gusur Bank Konvensional Kredit Foto: REUTERS/Shu Zhang
Warta Ekonomi, Jakarta -

Beberapa bulan setelah China menyetop rencana debut saham perusahaan fintech binaan Jack Ma, Ant Group, perusahaan itu turut terjerat aturan ketat.

Berdasarkan laporan CNN Internasional yang Warta Ekonomi kutip pada Senin (22/2/2021), Ant Financial kabarnya setuju menjadi perusahaan induk keuangan; menuruti regulator.

Namun, Ant menolak mengomentari laporan itu dan enggan merinci kesepakatan tersebut. "Perusahaan tak menanggapi pertanyaan tambahan tentang kesepakatan dengan pihak berwenang," begitulah bunyi laporan tersebut.

Baca Juga: Investor Institusi Makin Terbuka dengan Bitcoin, Harga Sempat Tembus Rp820 Juta per Keping!

Baca Juga: Negara Ini Kekeuh Tak Mau Ubah RUU yang Haruskan Facebook Bayar Berita

Yang jelas, laporan itu menyebut Ant Group mesti mengikuti aturan yang berlaku untuk bank trandisional China; langkah yang memaksanya menurunkan aspirasi mendominasi dunia teknologi finansial.

Ketika Ant Financial sedang meroket, kondisi politik Beijing berubah. Pihak berwenang menyadari kekuatan dan pengaruhnya terhadap sistem keuangan negara; lalu mencari cara mengendalikannya. "Pemerintah China bergerak mengatur aplikasi dengan aturan yang jauh lebih berat," ujar Profesor di Universitas Kota Hong Kong, Doug Fuller.

Menurutnya, itu bukan untuk mematikan aplikasi, melainkan mengendalikannya agar tak menggusur perbankan konvensional.

Ia mengatakan, "Hari-hari di mana pertumbuhan tak terkendali dan harapan mengalahkan perbankan tradisional sudah berakhir." 

Bukan tanpa alasan pemerintah melakukan itu. Sebab lewat Alipay yang memiliki 700 juta pengguna aktif bulanan, Ant Financial dapat memperluas bisnis ke investasi daring, asuransi, dan pinjaman. Deretan layanan itu mendorongnya tumbuh menjadi bisnis bernilai 635 miliar dolar AS (hampir Rp9 kuadriliun).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Tanayastri Dini Isna

Bagikan Artikel: