Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Moeldoko Jabat KSP Sekaligus Ketum Demokrat: Gak Masalah Tuh!

Moeldoko Jabat KSP Sekaligus Ketum Demokrat: Gak Masalah Tuh! Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat (PD) yang dilangsungkan di Deliserdang Sumatera Utara (Sumut) memutuskan mengangkat Jenderal (Purn) Moeldoko sebagai ketua umum, menjadi polemik lantaran ia menjabat sebagai Kepala Kantor Staf Pemerintah (KSP). Menurut praktisi hukum Saiful Huda Ems, menjadi Kepala KSP sekaligus menjadi Ketua Umum (Ketum) Partai Politik bukanlah bentuk dari dualisme jabatan.

"Kepala KSP merupakan bentuk jabatan (pejabat pemerintahan), namun ketua umum parpol bukanlah bentuk dari jabatan (bukan termasuk pejabat pemerintahan), karena itu menjadi Kepala KSP sekaligus menjadi ketum partai bukanlah bentuk dari dualisme jabatan. Jadi tidak ada masalah dan tidak perlu dipermasalahkan," kata Saiful Huda melalui pesan tertulisnya, Minggu (7/3/2021). Baca Juga: Skakmat! Moeldoko Dinobatkan sebagai Ketum Demokrat, Sungguh Memalukan!

Menurutnya, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Parpol harus mengacu pada Undang-Undang (UU) Parpol dan Konstitusi. Jika tidak, maka AD/ART parpolnya bermasalah atau kepengurusan sebelumnya yang bermasalah, bukan KLB-nya yang bermasalah.  Baca Juga: AHY vs Moeldoko: Putra Mahkota Cikeas Menang Telak Atas Bapak Mahkota Istana

Sebab, kata dia, AD/ART bukan hanya masalah internal partai, namun juga masalah eksternal. "Semua AD/ART Parpol harus tunduk pada hukum negara. Berbeda dengan urusan KLB atau sengketa Kepengurusan Parpol, itu merupakan persoalan internal Parpol dan Kemenkumham (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) serta PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) hanya bertindak sebagai wasit dan juri saja, jika itu diumpamakan sebuah pertandingan olah raga," kata Saiful.

Saiful mengungkapkan, jika KLB Deliserdang merupakan upaya untuk merivisi AD/ART PD dan untuk mengoreksi manajemen serta mengganti kepengurusan PD sebelumnya yang lebih sesuai dengan UU Parpol dan Konstitusi, maka hasil KLB Deliserdang seharusnya dianggap sebagai yang sah atau legal.

Dikatakannya, apabila nantinya Kemenhukam mensahkan Kepengurusan PD dari hasil Kongres Deli Serdang, maka Kepengurusan PD versi Cikeas bisa menggugat putusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhukham) ke PTUN.

"Sebelum memberikan putusan soal pengesahan, Kemenhukam biasanya memediasi kedua belah pihak yang bersengketa, pun demikian dengan PTUN. Namun, jika sudah ditetapkan Kepengurusan PD hasil KLB Deliserdang misalnya, sebagai pihak yang menang, maka Kepengurusan PD versi Cikeas harus membubarkan diri atau membentuk partai dengan nama lain dan lambang lain," tuturnya.

Diketahui sebelumnya, sejumlah pihak meminta Moeldoko mengundurkan diri dari jabatan Kepala KSP lantaran didapuk sebagai Ketum Partai Demokrat melalui KLB Deliserdang.

Salah satunya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie yang meminta pemerintah tetap netral. Menurut Jimly, pemerintah bisa mengambil opsi untuk tidak mengesahkan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deliserdang, Sumatera Utara.

Opsi kedua, kata Jimly, pemerintah atau Presiden Joko Widodo (Jokowi) memecat Jenderal Moeldoko dari jabatannya sebagai KSP dan mencari penggantinya.

"Kalau pemerintah hendak memastikan sikap netralnya, bisa saja pemerintah (1) tidak mengesahkan pendaftaran pengurus 'KLB' tersebut & (2) Presiden angkat KSP baru untuk gantikan Moeldoko sebagaimana mestinya," ujarnya melalui akun twitter pribadinya @JimlyAs.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: