Pemerintah saat ini sedang menyiapkan berbagai aturan pelengkap yang bakal mengatur neraca komoditas. Perarturan-peraturan tersebut disusun untuk memperkuat Perarturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian.
Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Supriadi menjelaskan, PP 28/2021 masih sangat baru, sehingga belum diketahui proses implementasinya.
Baca Juga: Bea Cukai Terus Gali Potensi Ekspor Komoditas Daerah
"Oleh karenanya, perangkat kebijakan lainnya tentang neraca komoditas sedang disiapkan oleh kementerian/lembaga lainnya," jelas Supriadi di Jakarta,Selasa (9/3/2021).
Sejauh ini, pembahasan mengenai neraca komoditas hanya tercantum dalam PP 28/2021 yang merupakan salah satu aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. PP tersebut menyebutkan bahwa pemerintah akan menetapkan neraca komoditas dalam waktu satu tahun ke depan.
Neraca komoditas tersebut utamanya disusun untuk menjamin ketersediaan bahan baku dan/atau bahan penolong yang dibutuhkan industri. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah akan memastikan ketersediaan bahan baku dan/atau bahan penolong untuk industri.
Nantinya, penetapan neraca komoditas dilakukan berdasarkan rencana kebutuhan industri dan rincian data pasokan bahan baku dan/atau bahan penolong.
"Neraca komoditas yang telah ditetapkan dapat dievaluasi sewaktu-waktu jika diperlukan, untuk ditetapkan kembali melalui rapat koordinasi yang dihadiri pejabat pimpinan tinggi utama/madya. Neraca komoditas dapat diakses melalui sistem informasi terintegrasi," ungkap beleid yang ditandatangani 2 Februari 2021 tersebut.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim mengatakan, keberadaan neraca komoditas merupakan upaya mendorong pertumbuhan industri agar memiliki peran lebih besar dalam perekonomian nasional. Di saat yang sama, neraca ini juga menjadi langkah pemerintah menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri.
"Sampai saat ini ketersediaan bahan baku di dalam negeri masih belum dapat mengimbangi pertumbuhan kebutuhan produksi industri yang pada kondisi normal tumbuh sekitar 5% per tahun," kata Rochim.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: