Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, mengingatkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) agar berhati-hati menengahi kisruh internal Partai Demokrat (PD).
Ia meminta pemerintah tetap independen dan netral dalam menilai kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan kubu Moeldoko. Ujang memandang, jika kepengurusan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) dengan Ketua Umum Moeldoko yang disahkan pemerintah, ini akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi.
"Demokrasi dibajak dan diperkosa oleh oknum yang punya kuasa," ujar Ujang Komarudin saat dihubungi, Selasa (16/3/2021).
Baca Juga: Momen Dramatis Pemecatan Tujuh Kader Demokrat yang Membelot ke Moeldoko
Menurut Ujang, dampaknya nanti siapapun yang berkuasa di pemerintahan akan dengan mudah 'mencaplok' dan bahkan mengudeta kepemimpinan partai politik yang sah.
"Ini sama saja menjungkirbalikkan akal sehat dan para yang punya kuasa sedang memeragakan politik menghalalkan segala cara," kata Ujang.
Lebih jauh Ujang menyatakan, kondisi itu dikhawatirkan akan membuat demokrasi menjadi mundur lantaran elite mengajarkan cara-cara yang tidak tepat dalam berkompetisi dan menyumbat saluran demokrasi.
"Jika disahkan, ini akan menjadi tragedi demokrasi di tengah pandemi. Akhirnya, hukum rimba yang hadir: yang kuat akan mencaplok mereka yang sah," jelas Analis Politik asal Universitas Al Azhar Indonesia itu.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengakui telah menerima permohonan pengesahan kepengurusan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara. Saat ini Kemenkumham masih akan meneliti kelengkapan dokumen itu.
"Pihak KLB telah menyerahkan permohonan pengesahan kepengurusan hasil KLB ke Kemenkumham. Kita akan teliti kelengkapan dokumen pelaksanaan KLB, apakah telah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan AD&RT partai," kata Yasonna, Selasa (16/3/2021).
Baca Juga: Sekjen Demokrat Kubu Moeldoko Yakin Menang Lawan Kubu AHY: Yakin 100%!
"Kita lihat dulu. Biasanya, kalau ada yang tidak lengkap, kita minta dilengkapi, tentu ada tenggat waktu kita beri untuk melengkapi," ujar Yasonna.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum