Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pak Moeldoko Please Jangan Mundur dari KSP, Hai Mas AHY... Pak Moel Nggak Langgar UU Kok!

Pak Moeldoko Please Jangan Mundur dari KSP, Hai Mas AHY... Pak Moel Nggak Langgar UU Kok! Kredit Foto: Antara/Endi Ahmad
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat hukum dan politik Saiful Huda meminta Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang, Sumatera Utara, Moeldoko, untuk tidak mundur dari jabatan sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) meski dirinya terlibat dalam kudeta Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Tidak perlu mundur karena tidak bertentangan dengan undang-undang. KSP itu jabatan di pemerintahan, sedangkan ketua umum parpol itu bukan. Itu bukan dualisme jabatan," ucapnya seperti dilansir dari Pojok Satu di Jakarta, Kamis (25/3/2021).

Baca Juga: Secara Hukum Ternyata KLB Demokrat Moeldoko Dapat Dipertanggungjawabkan Lho! Karena Pak SBY Juga...

Menurut dia, dalam kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) banyak juga menteri yang menjadi ketua umum parpol, tetapi tidak mundur.

Namun berbeda halnya jika Moeldoko memang memiliki keinginan untuk mundur dari jabatan KSP dan fokus memimpin Demokrat.

"Itu hak beliau (Moeldoko, red)," ujar Saiful.

Selain itu, ia juga menyebut posisi Moeldoko sebagai ketua umum semata-mata karena diminta oleh para kader dan senior Partai Demokrat.

"Ketika beberapa pengurus, pendiri, kader Partai Demokrat resah terhadap persoalan internal partainya, mereka mendatangi Pak Moeldoko dan curhat," jelasnya.

Baca Juga: Cabut Gugatan ke AHY, Dalih Marzuki Alie: Demokrat Hanya Satu, Ketum Moeldoko!

"Kemudian timbul ide untuk mengajukan Pak Moeldoko sebagai calon Ketum Partai Demokrat menggantikan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono, red)," tambahnya.

Selain itu, ia melihat jika Moeldoko tidak langsung menerima permintaan tersebut, melainkan menanyakan terlebih dahulu, apakah tidak melanggar AD/ART partai dan melanggar Undang-Undang Partai Politik.

"Ketika tidak ada pelanggaran hukum sama sekali maka Pak Moeldoko menerima permintaan menjadi Ketum Partai Demokrat," tukasnya.

Selaras dengan Saiful Huda, Sekjen Asosiasi Profesi Hukum Indonesia (APHI), Laksanto Utomo, menilai pengangkatan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Menurutnya, KLB Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu merupakan reaksi kekesalan terhadap Agus Harimurti Yudhoyono yang mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai berlambang bintang mercy itu.

"Perubahan AD/ART Partai Demokrat tahun 2020, perubahannya tidak sesuai dengan AD/ART tahun 2005 dan UU Nomor 2/2011 sehingga patut diduga cacat prosedur," ujar Laksanto dalam diskusi daring bertajuk Mengembalikan Khitoh Peran Partai Politik dalam Sistem Negara Hukum Indonesia, Rabu (24/3/2021).

Baca Juga: Cabut Gugatan ke AHY, Dalih Marzuki Alie: Demokrat Hanya Satu, Ketum Moeldoko!

Laksanto menyarankan kubu Moeldoko melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk mengembalikan AD/ART tahun 2005.

Dalam AD/ART tahun 2020, alinea ke-10 menyebutkan, pendiri partai adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ventje Rumangkang.

"Ini tidak mungkin karena hanya dua orang. Hal ini patut dipertanyakan, Partai Demokrat tidak akan berdiri jika hanya ada dua orang pendiri," ungkapnya. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah melihat ada potensi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) bakal mengesahkan kepengurusan Partai Demokrat kubu Moeldoko. Meski disahkan, Moeldoko akan sulit dapat pengakuan publik.

"Setelah pemerintah menerima pemberkasan hasil KLB dan memberi waktu tambahan untuk melengkapi, ada potensi kubu KLB akan direstui Kemenkumham," ujar Dedi Kurnia Syah.

Baca Juga: Demokrat Kubu Moeldoko Disahkan, Pro AHY Bakal Melawan

Menurut Dedi, jika Kemenkumham mengesahkan kepengurusan kubu Moeldoko, perpecahan Partai Demokrat dimulai.

"AHY dimungkinkan tidak akan menerima begitu saja, setidaknya ia menggalang Demokrat baru," tutur Dedi.

Dia pun berpendapat, Moeldoko sendiri tidak lantas memenangi pertarungan politik Demokrat jika Kemenkum HAM mengesahkan pengurus hasil KLB di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara itu.

"Meskipun mendapat pengakuan pemerintah, ia (Moeldoko, red) akan kesulitan mendapatkan pengakuan publik," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: