Kelompok Antikudeta Buru dan Serang 170 Kerabat Junta Militer Myanmar via Online
Serangan terhadap orang-orang yang memiliki hubungan dengan junta juga menyebar di Twitter.
"Kami akan melakukan sanksi sosial kepada seluruh keluarga. Kami akan menghukum mereka sampai-sampai mereka ingin bunuh diri," tulis seorang pengguna Twitter, yang mem-posting foto seorang letnan jenderal dan putrinya.
Baca Juga: 12 Jenderal Besar Ramai-ramai Kecam Kelakuan Brutal Junta Militer Myanmar
Pihak Twitter mengatakan mereka menindaklanjuti tweet yang melecehkan, tetapi para ahli mengatakan perusahaan media sosial tidak memiliki cukup moderator berbahasa Myanmar untuk mengikuti tantangan tersebut.
Mentalitas "bersama kami atau melawan kami" juga didorong oleh sekelompok anggota parlemen dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD)—partainya Suu Kyi—yang telah digulingkan. Anggota parlemen terguling itu telah bekerja "di bawah tanah" melawan junta.
Komite Perwakilan Pyidaungsu Hluttaw telah memperingatkan dalam sebuah pernyataan bahwa "tindakan serius" akan diambil terhadap mereka yang bukan bagian dari gerakan protes.
Taktik tersebut tidak hanya terjadi di Myanmar—selama protes politik Hong Kong pada tahun 2019, doxing biasa digunakan oleh kedua belah pihak. Polisi menjadi target utama para pengunjuk rasa ketika bentrokan berkecamuk—terutama setelah petugas berhenti memakai lencana identifikasi—sementara loyalis pemerintah mengalahkan para pengkritik Beijing.
Pakar kebencian dunia maya Ginger Gorman, yang menulis buku berjudul Troll Hunting, mengatakan apa yang disebut "digilantisme" di mana orang-orang berusaha membalas orang lain secara online dapat menimbulkan konsekuensi serius di dunia nyata.
"Perburuan online dan kebencian dunia maya ekstrem yang dilakukan terhadap seseorang ini terkait dengan bahaya besar termasuk... hasutan untuk bunuh diri, pembunuhan dan penguntitan dan penyerangan dalam kehidupan nyata," katanya kepada AFP.
Menurut beberapa posting, ada laporan terisolasi dari kampanye hukuman sosial yang menyebar ke dunia fisik dengan beberapa orang di Myanmar yang alis dan rambutnya dicukur oleh pengunjuk rasa anti-kudeta.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum