- Home
- /
- News
- /
- Megapolitan
Duh Gusti... Hingga Saat Ini Profesi Jurnalis Masih Belum Terapkan Budaya K3, Padahal..
Lebih lanjut Edi menjelaskan, bahwa payung hukum dari penerapan K3 adalah UU 13/2003 tentang Ketenegakerjaan. Dalam undang-undang itu, ketenagakerjaan- termasuk di dalamnya adalah K3- diatur agar tidak merugikan berbagai pihak, yaitu tenaga kerja dan perusahaan bersangkutan.
Dasar hukum penerapan K3 lainnya kata Edi, adalah UU 1/1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Dalam UU 1/1970 setidaknya ada tiga poin penting. Pertama, melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja. Kedua, menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.
Pertanyaannya kata Edi,apakah semua stake holder pers (kita) menerapkan K3 di dunia jurnalistik?
“Kami optimistis bahwa K3 bisa diterapkan di dunia jurnalistik. Sebab K3 diciptakan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja tanpa mengecualikan industri apapun,” beber Edi juga menjabat sebagai Direktur SDM PT Pelindo III (persero) ini
Sementara itu, Kabid Pengawasan Disnakertrans Provinsi Jatim Sigit Priyanto mengatakan, panduan atau penerapan K3 bagi wartawan sangatlah penting. Sebab profesi wartawan pekerjaan memiliki penuh risiko cukup tinggi.
Menurut Sigit, seorang wartawan mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar.
“Mereka menulis, menganalisis, dan melaporkan suatu peristiwa kepada khalayak melalui media massa secara teratur. Jurnalis memperoleh dan menjaga informasi akurat untuk disampaikan ke publik,” kata Sigit.
Terkait hal itu , General Manager External Affairs PT Merdeka Copper Gold, Katamsi Ginano memberikan beberapa perbandingan dalam penerapan penerapan K3 disektor industri.
Menurutnya Katamsi, ada dua cara dalam penerapan K3 yakni, pemaksaan melalui aturan dan membentuk kesadaran (budaya). Keselamatan seharusnya adalah hal pertama yang harus dibahas sebelum urusan kerja.
Masih kata Katamsi, untuk implementasi K3, diperlukan sebuah dedikasi penuh. Tidak cukup hanya pemaksaan melalui aturan atau pembiasaan membentuk budaya.
Ketika ada orang bertanya, risiko terbesar wartawan ketika meliput apa? Kalau di pertambangan pertanyaan risiko itu bisa didefinisikan dan diidentifikasi jelas. Tetapi kalau wartawan risikonya out of mind (tidak terduga-duga).
“Misalnya wartawan hadiri nikahan saja bisa kena gebuk,” ungkap Katamsi merujuk peristiwa pemukulan wartawan Tempo oleh oknum aparat di Surabaya, akhir Maret 2021 lalu.
Bahkan kata Katamsi, juga memberikan gambaran bahwa aturan dan budaya keselamatan adalah nomor satu dalam menghindari risiko kecelakaan kerja. Tetapi berpikir keselamatan, derajatnya lebih tinggi dibanding aturan dan budaya K3.
Ia mengambil pelajaran dari peristiwa tewasnya 19 pemadam kebakaran hutan di Amerika yang lebih disebabkan karena para pemadam tidak bisa lari kencang karena harus menjaga peralatan mereka.
“Menjaga peralatan adalah aturan K3. Mereka bukan minus pemahaman K3. Sehingga saking taatnya dengan prosedur, mereka tidak membuang peralatannya ketika api datang. Mereka meninggal sambil memeluk peralatannya. Aturan dan budaya keselamatan adalah nomor satu dalam menghindari risiko kecelakaan kerja. Tetapi berpikir keselamatan, derajatnya lebih tinggi dibanding aturan dan budaya K3,” ingat Katamsi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil