Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mudik Lebaran Dilarang, Berapa Potensi Ekonomi yang Hilang?

Mudik Lebaran Dilarang, Berapa Potensi Ekonomi yang Hilang? Kredit Foto: Bernadinus Adi Pramudita
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah meminta pemerintah mengkaji kembali pelarangan mudik selama Lebaran. Kajian itu menyangkut durasi mudik dan mekanisme mudik.

Sebagai pertimbangan, agenda mudik yang diperkirakan antara tanggal 6 -17 Mei 2021 (secara kultural), bisa dibatasi waktu menjadi beberapa hari saja, misalnya 5 hari.

Baca Juga: Mudik Resmi Dilarang Pemerintah, Destinasi Wisata Ini Diprediksi Jadi Spot Favorit Liburan

“Pandemi Covid-19 tidak serta merta membuat kita memilih jalan pintas dengan sekedar melarang mudik, justru momentum ini harus kita kelola sebagai exercise untuk membiasakan rakyat hidup normal baru sebagaimana yang sering di tegaskan oleh pemerintah sendiri,” ujar Said di Jakarta, Senin (5/4/2021).

Said menegaskan, lebaran dengan tradisi mudiknya adalah peristiwa budaya sekaligus ekonomi, terutama di Pulau Jawa yang berkontribusi 58% PDB nasional. Ia menyatakan, mobilitas orang dari pusat kota sebagai pusat ekonomi ke desa atau kampung halaman saat mudik memberi pengaruh besar terhadap perputaran roda ekonomi Indonesia.

“Selain itu, secara ekonomi mudik mendorong tingkat konsumsi rumah tangga lantaran banyak sektor yang ikut terdampak. Selama pandemi, rumah tangga menengah atas menahan tingkat konsumsi. Mudik menjadi peluang tingkat konsumsi semuga golongan rumah tangga. Bahkan, konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 57% PDB,” terangnya.

Namun demikian, Said menegaskan kegiatan mudik perlu disyaratkan dengan menunjukkan dokumen hasil swab negatif Covid-19 untuk semua orang yang mudik, baik saat datang maupun balik, baik di dalam kota, antar kota dalam provinsi, apalagi antar kota antar provinsi.

Protokol ini sesuai dengan tata cara pencegahan penularan Covid-19 di antara penumpang kereta api dan pesawat terbang. Untuk itu, Satgas Covid-19 dan aparat keamanan di semua tingkatan harus melakukan pengawasan dan penegakan hukum secara ketat terhadap para pemudik yang melanggar ketentuan, yakni tidak memenuhi protokol kesehatan.

"Jadi, asalkan menunjukan dokumen negatif covid hasil  tes polymerase chain reaction (PCR), Rapid Test Antigen dan GeNose C19, kenapa mudik dilarang?,” ujarnya.

Lebih lanjut, Said menegaskan upaya menekan pertumbuhan Covid-19 terus dilanjutkan. Hasilnya pun cukup memuaskan. Terbukti, hingga akhir Maret 2021 ini, kasus positif Covid-19 turun kembali pada kisaran 4.000-6000 kasus harian.

Ia pun berharap segenap elemen bangsa bisa menjaga momentum pemulihan kesehatan rakyat akibat pandemi Covid-19 terus terjaga ke arah yang baik.

“Kita patut bersyukur sejak program vaksinasi Covid-19 dijalankan oleh pemerintah pada Januari 2021 lalu, angka pertumbuhan Covid-19 menunjukkan tren penurunan. Namun kacamata kita tidak boleh hanya kaca mata kuda, hanya menimbang pemulihan kesehatan rakyat sebagai satu satunya dasar pengambilan kebijakan,” imbuhnya.

Said berkeyakinan bahwa  momentum mudik dapat digunakan untuk membangkitkan ekonomi dan mentradisikan budaya silaturahmi dengan baik dengan kerabat. “Saya tidak sedang mempertentangkan aspek kesehatan dan ekonomi rakyat. Keduanya adalah hal penting,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: