Menanggapi itu, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Ade Wahyudin menilai langkah Kapolri menerbitkan aturan internal tersebut amat berlebihan. Menurutnya, pelarangan peliputan kekerasan yang dilakukan aparat maupun jajaran di bawahnya malah berpotensi melanggar UU 40/1999.
Pasal 6 UU 40/1999 menyebutkan liima poin secara gamblang peranan pers nasional. Seperti pemenuhan hak masyarakat untuk mengetahui; menegakan nilai-nilai dasar demokrasi; mendorong terwujudnya supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia; menghormati kebhinekaan.
Kemudian mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Bagi Ade, pers memiliki fungsi informatif ke publik terkait peristiwa ataupun kejadian yang memiliki nilai berita. Bagi Ade, pers memiliki fungsi kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan dan penegakan hukum oleh aparat penegak hukum secara transparan dengan mengedepankan dan mempertimbangkan nilai HAM.
Bila terdapat pelanggaran tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian atau pejabat publik, pers wajib mewartakan peristiwa tersebut. Namun, bila fungsi pers mewartawakan informasi dicegah dengan aturan itu (Surat Telegram, red), ini malah menabrak UU 40/1999.
“Hal itu juga merupakan bagian pemenuhan hak publik atas informasi,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: