KLHK Dorong PLTU Jawa 9 dan 10 Sebagai Role Model Pembangkit Ramah Lingkungan
KementerianLingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai, pembangunan PLTU Jawa 9 & 10 patut menjadi role model untuk pengembangan pembangkit yang ramah lingkungan. PT Indo Raya Tenaga (IRT) sebagai pengelola pembangkit tersebut serius berkomitmen menciptakan PLTU yang ramah lingkungan.
“Ini bisa mengubah kesadaran para pengusaha tentang tanggung jawab,” tegas Wakil Menteri KLHK Alue Dohong yang ditemui wartawan usai menghadiriIGA 2021 di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Rabu (7/4/2021).
Ia mengatakan, keberadaan perusahaan seperti IRT, memunculkan kesadaran para pengusaha untuk menjaga kelestarian lingkungan. Dengan tujuan utama, mencegah kerusakan alam akibat emisi atau gas buang yang keluar dari PLTU atau pabrik. Apalagi, menurut dia, saat ini masih banyak pengusaha yang abai akan hal tersebut.Alue pun mendorong para pengusaha untuk berani mengeluarkan terobosan baru, mencegah kerusakan lingkungan tersebut, seperti pengelola PLTU Jawa 9 & 10.
Baca Juga: KLHK: Laju Deforestasi Turun pada Titik Terendah Sepanjang Sejarah
“Dan itu bisa membuat branding usaha nya lebih bagus. Sebab, tidak hanya mengejar keuntungan saja. Tapi juga memperhatikan sosial juga,” tandasnya.
Bila tak ada perubahan dalam upaya bisnis lebih memperhatikan lingkungan, Alue khawatir, hal tersebut akan menyebabkan perubahan iklimsecara drastis. Bahkan, bisamenyebabkan terjadinya bencana alam seperti banjir, kekeringan, hingga peningkatan muka air laut.
Upaya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 9 & 10 untuk menyelenggarakan bisnisnya dengan memperhatikan kelestarian lingkungan mendapatkan pengakuan dalam Indonesia Green Award (IGA) 2021.
Penyelenggara IGA kali ini memberikan penghargaan kepada IRT dengan kategori perusahaan yangMemelopori PLTU Nan Ramah Lingkungan dengan Teknologi Maju. Teknologi seperti Flue Gas Desulfurization (FGD), Electro Static Precipitator (ESP), Low Nox Burner, dan Selective Catalytic Reduction (SCR) pun dipakai untuk menekan emisi udara berupa SOx, partikulat, dan NOx.
Konstruksi PLTU yang juga memasang Ultra Super Critical (USC) dan menggunakan peralatan utama buatan Organisation of Economic Co-operation and Development (OECD) ini, diresmikan Presiden Joko Widodo melalui ground breaking pada 2017 lalu. Sejak tahap pembangunan, PLTU 9&10 dinilaiKLHK dan penyelenggara IGA,sudah melakukan sejumlah upaya pelestarian lingkungan, termasuk penghijauan dan konservasi alam.
Penyematan penghargaan sebagai pelopor PLTU berteknologi maju yang ramah lingkungan terhadap PLTU Jawa 9&10 adalah hal yang disyukuri oleh manejemen IRT.Penghargaan ini juga diartikan sebagai wujud gambaran komitmen pemeliharaan lingkungan yang merupakanprinsip dasar berbisnis PLTU Jawa 9&10.
Baca Juga: PLN Uji Coba Cofiring di 26 PLTU untuk Genjot Kapasitas Pembangkit EBT
“Kami satu-satunya di Indonesia yang pakai teknologi paling lengkap, termasuk SCR. Jerih payah komitmen kami itu bisa diakui paling tidak oleh pemerintah yakni KLHK. Selain itu ada juga sense of achievement secara pribadi, boleh dibilang orang menggadang-gadangkan green, we are try to make it as green as possible untuk base load yang reliable,” tegas Presiden Direktur Indo Raya Tenaga Peter Widjaya di sela-sela acara malam penganugerahan Indonesian Green Award 2021, Rabu malam (7/4).
Menurut peraturan, standar baku mutu SOx, Partikulat, dan NOx untuk PLTU dalam tahap konstruksi ini masing-masing adalah 550 mg/Nm3, 100 mg/Nm3, 550 mg/Nm3. Namun dengan teknologi yang digunakan pembangkit Jawa 9&10, angka-angka tersebut dipangkas menjadi dibawah 350 mg/Nm3, 30 mg/Nm3, dan 128mg/Nm3, secara berurutan untuk SOx, Partikulat, dan NOx.
“Memang sudah cukup rendah, namun kami yakin akan bisa jauh di bawah itu apabila bahan bakar yang disuplai sesuai standar pabrikan,” tegas Peter yang didampingi Direksi IRT lainnya, Jinyoung Jeong dan Moch. Chairul.
Ia melanjutkan, PLTU Jawa 9&10 yang 51% kepemilikannya pada PLN adalah showcase keberhasilan pemerintah dalam menggaet pihak swasta dan bank-bank internasional untuk mendanai mega proyek tanpa jaminan pemerintah dan tanpa membebani APBN.“Proses Project Financing sangat melelahkan, belum ada preseden joint venture yang seperti ini, apalagi tahun lalu kami FC (Financial Closing - red.) waktu pandemi,” tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri