Penduduk Desa di Negara Pasifik Ini Anggap Pangeran Philip Dewa, Begini Alasannya
Mengenakan pakaian tradisional masih menjadi hal yang lumrah, sedangkan uang dan teknologi modern seperti telepon genggam jarang digunakan dalam komunitas mereka sendiri.
Kendati mereka tinggal hanya beberapa kilometer dari bandara terdekat, "mereka baru saja membuat pilihan aktif untuk menolak dunia modern. Ini bukan jarak fisik, ini jarak metafisik. Mereka hanya berjarak 3.000 tahun," kata McGarry, yang kerap bertemu dengan penduduk desa.
"Kastom", atau budaya dan cara hidup penduduk desa yang berusia berabad-abad, memandang Tanna sebagai asal mula dunia dan bertujuan untuk mempromosikan perdamaian - dan di sinilah Pangeran Philip memainkan peran sentral.
Seiring waktu, penduduk desa mulai percaya bahwa ia adalah salah satu dari mereka - terwujudnya nubuat seorang anggota suku yang telah "meninggalkan pulau, dalam bentuk spiritual aslinya, untuk menemukan istri yang kuat di luar negeri," kata Huffman.
"Memerintah Inggris dengan bantuan sang Ratu, ia berupaya membawa perdamaian dan menghormati tradisi ke Inggris dan bagian lain dunia. Jika dia berhasil, maka dia bisa kembali ke Tanna - meskipun satu hal yang mencegahnya adalah, seperti mereka melihatnya, kebodohan orang kulit putih, kecemburuan, keserakahan dan pertempuran terus menerus,” lanjutnya.
Dengan "misinya untuk menanam benih kastom Tanna di jantung Persemakmuran dan kekaisaran", Pangeran Phillip dipandang sebagai perwujudan yang hidup dari budaya mereka, kata McGarry.
"Ini adalah perjalanan pahlawan, seseorang yang memulai sebuah pencarian dan benar-benar memenangkan sang putri dan kerajaan,” ujarnya.
Tidak ada yang tahu pasti bagaimana atau mengapa gerakan itu dimulai, meski ada berbagai teori.
Menurut Huffman penduduk desa mungkin telah melihat fotonya bersama dengan Ratu di dinding pos kolonial Inggris ketika Vanuatu masih dikenal sebagai New Hebrides, sebuah koloni yang dikelola bersama oleh Inggris dan Prancis.
Interpretasi lain adalah bahwa hal itu muncul sebagai "reaksi terhadap kehadiran kolonial, cara mengambil kembali kekuasaan kolonial dengan mengasosiasikan diri mereka dengan seseorang yang duduk di sebelah kanan penguasa Persemakmuran," kata McGarry, menunjuk ke sejarah kolonial Vanuatu yang terkadang penuh kekerasan.
Akan tetapi, para ahli meyakini bahwa pada tahun 1970-an, Gerakan Pangeran Philip sudah ada, diperkuat oleh kunjungan pasangan kerajaan pada tahun 1974 ke New Hebrides di mana Pangeran Phillip dilaporkan turut serta dalam ritual minum kava.
Lalu bagaimana pendapat Pangeran Phillip tentang itu semua saat dirinya masih hidup? Di depan umum, ia tampaknya menerima penghormatan mereka, mengirimkan beberapa surat dan foto dirinya kepada anggota suku, yang pada gilirannya memberinya hadian berupa benda berharga suku itu selama bertahun-tahun.
Salah satu hadiah pertama mereka adalah alat ritual tradisional yang disebut nal-nal, yang diberikan pada pertemuan tahun 1978 yang diadakan oleh penduduk desa untuk meminta informasi lebih lanjut tentang Pangeran Philip, yang dihadiri oleh Huffman.
"Jadi komisaris residen Inggris membuat presentasi foto Pangeran Philip. Ratusan orang ini hanya menunggu, duduk atau berdiri di bawah semak-semak. Begitu sunyi, kami bisa mendengar tetes air jatuh," kata Huffman.
"Salah satu kepala suku kemudian memberikan tongkat untuk diberikan kepada Pangeran Philip, dan menginginkan bukti bahwa ia menerimanya,” lanjutnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: