Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penduduk Desa di Negara Pasifik Ini Anggap Pangeran Philip Dewa, Begini Alasannya

Penduduk Desa di Negara Pasifik Ini Anggap Pangeran Philip Dewa, Begini Alasannya Kredit Foto: AFP
Warta Ekonomi, London -

Saat Inggris berduka atas kematian Pangeran Philip, hal yang sama juga dirasakan oleh masyarakat adat di sebuah pulau Pasifik di belahan dunia yang lain.

Selama beberapa dekade, dua desa di Pulau Tanna, Vanuatu, telah memuja almarhum yang bergelar Duke of Edinburgh itu sebagai sosok spiritual layaknya dewa.

Baca Juga: Tanpa Sang Istri, Ini Alasan Pangeran Harry Hadiri Pemakaman Pangeran Philip Sendiri

Periode berkabung sedang berlangsung di pulau itu, dan anggota masyarakat adat berkumpul pada hari Senin (12/4/2021) dalam sebuah upacara untuk mengenang Pangeran Philip.

"Hubungan antara orang-orang di Pulau Tanna dan orang-orang Inggris sangat kuat. Kami mengirim ucapan duka cita kami kepada keluarga kerajaan dan rakyat Inggris," ujar ketua suku Chief Yapa, seperti dilaporkan kantor berita Reuters.

Selama beberapa pekan ke depan, penduduk desa secara berkala akan bertemu untuk melakukan upacara bagi Pangeran Phillip, yang dipandang sebagai "keturunan dari roh atau dewa yang sangat kuat yang tinggal di salah satu gunung mereka", kata antropolog Kirk Huffman yang telah mempelajari suku-suku tersebut sejak tahun 1970-an.

Mereka akan melakukan tarian ritual, menggelar prosesi dan memperlihatkan memorabilita Pangeran Phillip, sementara para pria akan meminum kava, minuman yang wajib hadir dalam acara seremonial yang dibuat dari akar tanaman kava.

Puncak acara ini akan diakhiri oleh "pertemuan penting" sebagai aksi pungkasan dari upacara berkabung mereka.

"Akan ada banyak kemakmuran yang dipamerkan" yang berarti tanaman ubi dan kava, kata wartawan Dan McGarry yang berbasis di Vanuatu.

"Dan juga babi, karena itu adalah sumber protein utama. Saya menduka akan ada banyak babi dibunuh untuk acara seremonial."

'Perjalanan pahlawan'

Selama setengah abad, Gerakan Pangeran Philip berkembang pesat di desa Yakel dan Yaohnanen - pada puncaknya, gerakan ini memiliki beberapa ribu pengikut, meskipun jumlahnya diperkirakan telah menyusut menjadi hanya beberapa ratus saja saat ini.

Penduduk desa hidup sederhana di hutan Tanna, seperti nenek moyang mereka.

Mengenakan pakaian tradisional masih menjadi hal yang lumrah, sedangkan uang dan teknologi modern seperti telepon genggam jarang digunakan dalam komunitas mereka sendiri.

Kendati mereka tinggal hanya beberapa kilometer dari bandara terdekat, "mereka baru saja membuat pilihan aktif untuk menolak dunia modern. Ini bukan jarak fisik, ini jarak metafisik. Mereka hanya berjarak 3.000 tahun," kata McGarry, yang kerap bertemu dengan penduduk desa.

"Kastom", atau budaya dan cara hidup penduduk desa yang berusia berabad-abad, memandang Tanna sebagai asal mula dunia dan bertujuan untuk mempromosikan perdamaian - dan di sinilah Pangeran Philip memainkan peran sentral.

Seiring waktu, penduduk desa mulai percaya bahwa ia adalah salah satu dari mereka - terwujudnya nubuat seorang anggota suku yang telah "meninggalkan pulau, dalam bentuk spiritual aslinya, untuk menemukan istri yang kuat di luar negeri," kata Huffman.

"Memerintah Inggris dengan bantuan sang Ratu, ia berupaya membawa perdamaian dan menghormati tradisi ke Inggris dan bagian lain dunia. Jika dia berhasil, maka dia bisa kembali ke Tanna - meskipun satu hal yang mencegahnya adalah, seperti mereka melihatnya, kebodohan orang kulit putih, kecemburuan, keserakahan dan pertempuran terus menerus,” lanjutnya.

Dengan "misinya untuk menanam benih kastom Tanna di jantung Persemakmuran dan kekaisaran", Pangeran Phillip dipandang sebagai perwujudan yang hidup dari budaya mereka, kata McGarry.

"Ini adalah perjalanan pahlawan, seseorang yang memulai sebuah pencarian dan benar-benar memenangkan sang putri dan kerajaan,” ujarnya.

Tidak ada yang tahu pasti bagaimana atau mengapa gerakan itu dimulai, meski ada berbagai teori.

Menurut Huffman penduduk desa mungkin telah melihat fotonya bersama dengan Ratu di dinding pos kolonial Inggris ketika Vanuatu masih dikenal sebagai New Hebrides, sebuah koloni yang dikelola bersama oleh Inggris dan Prancis.

Interpretasi lain adalah bahwa hal itu muncul sebagai "reaksi terhadap kehadiran kolonial, cara mengambil kembali kekuasaan kolonial dengan mengasosiasikan diri mereka dengan seseorang yang duduk di sebelah kanan penguasa Persemakmuran," kata McGarry, menunjuk ke sejarah kolonial Vanuatu yang terkadang penuh kekerasan.

Akan tetapi, para ahli meyakini bahwa pada tahun 1970-an, Gerakan Pangeran Philip sudah ada, diperkuat oleh kunjungan pasangan kerajaan pada tahun 1974 ke New Hebrides di mana Pangeran Phillip dilaporkan turut serta dalam ritual minum kava.

Lalu bagaimana pendapat Pangeran Phillip tentang itu semua saat dirinya masih hidup? Di depan umum, ia tampaknya menerima penghormatan mereka, mengirimkan beberapa surat dan foto dirinya kepada anggota suku, yang pada gilirannya memberinya hadian berupa benda berharga suku itu selama bertahun-tahun.

Salah satu hadiah pertama mereka adalah alat ritual tradisional yang disebut nal-nal, yang diberikan pada pertemuan tahun 1978 yang diadakan oleh penduduk desa untuk meminta informasi lebih lanjut tentang Pangeran Philip, yang dihadiri oleh Huffman.

"Jadi komisaris residen Inggris membuat presentasi foto Pangeran Philip. Ratusan orang ini hanya menunggu, duduk atau berdiri di bawah semak-semak. Begitu sunyi, kami bisa mendengar tetes air jatuh," kata Huffman.

"Salah satu kepala suku kemudian memberikan tongkat untuk diberikan kepada Pangeran Philip, dan menginginkan bukti bahwa ia menerimanya,” lanjutnya.

Benda itu kemudian dikirim ke Inggris, lalu foto Pangeran Phillip yang memegang tongkat itu diambil dan dikirim kembali ke penduduk desa.

Foto-foto tersebut, dan memorabilia yang lain, masih disimpan oleh warga desa hingga saat ini.

Pada 2007, beberapa anggota masyarakat adat bertemu dengan Pangeran Phillip secara langsung.

Terbang ke Inggris untuk menghadiri acara realitas televisi bertajuk Meet the Natives, lima ketua adat bertemu di belakang layar dengan Panggeran Phillip di Istana Windsor.

Di sana, mereka memberi Pangeran Phillip hadian dan memintanya untuk kembali ke Tanna.

Jawabannya, seperti yang dilaporkan oleh anggota suku kemudian, samar - "ketika sudah hangat, saya akan mengirim pesan" - tetapi tampaknya jawaban itu demi membuat mereka senang.

Meskipun Pangeran Philip dikenal karena kejujurannya dan telah dikritik di masa lalu karena tidak sensitif dengan budaya lain, namun di Tanna "ia dipandang sangat mendukung dan sensitif”.

Hubungannya dengan suku ini berlanjut melalui Pangeran Charles, yang mengunjungi Vanuatu pada 2018 dan meminum kava yang juga diminum ayahnya beberapa dekade sebelumnya.

Ia juga menerima tongkat jalan atas nama Pangeran Phillip dari seorang anggota suku Yaohnanen.

Putra yang melanjutkan misi ayahnya

Kematian Pangeran Phillip telah memicu pertanyaan tentang siapa yang akan mengambil alih posisinya sebagai figur spiritual suku tersebut.

Pembahasan mengenai itu sedang berlangsung, dan mungkin akan perlu waktu lama sebelum akhirnya mereka menentukan penerusnya.

Tetapi bagi pengamat yang akrab dengan Vanuatu, adat suku biasanya menyatakan gelar kepala suku diwarisi oleh keturunan laki-laki, jawabannya jelas.

"Mereka mungkin berkata, ia telah menyerahkan tugas kepada Charles untuk melanjutkan misinya," terang Huffman.

Bahkan jika Pangeran Charles menjadi inkarnasi terbaru dewa mereka, Pangeran Philip tidak akan dilupakan dalam waktu dekat.

Huffman mengatakan gerakan itu kemungkinan akan mempertahankan namanya, dan seorang anggota suku mengatakan kepadanya bahwa mereka bahkan mempertimbangkan untuk memulai sebuah partai politik.

Tapi yang lebih penting, "gagasan bahwa Pangeran Phiillip akan kembali suatu hari nanti selalu ada, baik dalam bentuk fisik maupun spiritual”. Huffman menambahkan beberapa penduduk desa menganggap kematian Pangeran Phillip akhirnya membuatnya kembali ke Vanuatu.

Jadi, sementara Pangeran Phillip berbaring dengan tenang di Istana Windsor, ada keyakinan bahwa jiwanya sedang menempuh perjalanan akhir melintasi gelombang Samudra Pasifik ke kampung halaman spiritualnya, Pulau Tanna - untuk tinggal bersama mereka yang mencintai dan menghormatinya dari jauh selama bertahun-tahun ini.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: