Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hutan Tropis Rusak, WWF Tunjuk-tunjuk Hidung Uni Eropa: Ini Lingkaran Setan...

Hutan Tropis Rusak, WWF Tunjuk-tunjuk Hidung Uni Eropa: Ini Lingkaran Setan... Kredit Foto: BBC
Warta Ekonomi, Zurich -

Berbicara tentang laju kerusakan hutan tropis memang melibatkan banyak faktor dan tidak sederhana. Bahkan, berdasarkan penelitian terbaru oleh organisasi yang bergerak di bidang lingkungan, WWF, Uni Eropa (UE) juga dituding ikut bersalah atas penggundulan hutan yang kebanyakan berada di negara berkembang ini.

Berdasarkan laporan WWF yang mengkaji efek hubungan perdagangan terhadap deforestasi dan degradasi alam dari tahun 2005 hingga 2017, WWF menemukan bahwa UE adalah salah satu pendorong kerusakan hutan terbesar.

Baca Juga: Pemerintah Klaim Tingkat Kerusakan Hutan Turun 75%

Sekitar 16% deforestasi hutan tropis global berhubungan dengan perdagangan internasional ke UE. Wilayah ini berada di posisi kedua dalam rangking dunia perusak hutan setelah Cina (24%). Sementara India menyumbang 9%, dan Amerika Serikat 7%.

Ubah paradigma perdagangan global

WWF pun menyerukan kepada Pemerintah Federal Jerman dan Komisi Uni Eropa untuk bertanggung jawab dan memastikan standar lingkungan dan standar sosial yang lebih baik dan mengikat dalam hubungan perdagangan internasional.

"Kita butuh perubahan paradigma dalam perdagangan global: Produk yang mendarat di pasar Eropa tidak boleh diproduksi dengan mengorbankan alam dan hak asasi manusia," demikian komentar Christine Scholl, pakar WWF untuk rantai pasokan berkelanjutan, dalam siaran pers yang diterima Deutsche Welle, Rabu (14/04) sore.

Yang ia maksudkan adalah kerusakan hutan tropis di antaranya di Brasil, Indonesia dan Paraguay akibat impor kedelai, minyak sawit, daging sapi berikut produk kayu, kakao dan kopi.

Emisi CO2 akibat impor

Pada 2017, UE secara tidak langsung menyebabkan 116 juta ton emisi CO2 melalui deforestasi akibat kegiatan impor. Namun emisi tidak langsung ini tidak dicatat dalam statistik resmi emisi gas rumah kaca.

Sementar di dalam area UE sendiri, WWF mengatakan bahwa Jerman sejauh ini adalah negara pengimpor deforestasi terbesar antara tahun 2005 dan 2017, dengan rata-rata 43.700 hektar hutan dihancurkan setiap tahunnya untuk menghasilkan barang impor ke Jerman. Secara total, 80 persen kerusakan hutan akibat impor di seluruh UE dilakukan oleh delapan negara ekonomi terbesar.

"Ini adalah lingkaran setan, karena keutuhan alam adalah dasar dari setiap perekonomian yang sukses dalam jangka panjang," ujar Scholl.

Lindungi ekosistem lainnya

Selain membuat peraturan yang melindungi hutan, juga harus dibuat peraturan yang melindungi ekosistem lain, menurut WWF. "Jika tidak, kerusakan alam hanya akan bergeser dari hutan ke ekosistem lain seperti lahan basah, padang rumput, dan sabana.

Ini sama pentingnya untuk iklim, keanekaragaman hayati dan mata pencaharian masyarakat lokal seperti hutan tropis," tulis WWF dalam siaran pers.

Menurut penelitian WWF, hampir seperempat dari impor kedelai UE pada tahun 2018 berasal dari negara-negara Amerika Selatan dari wilayah sabana di Cerrado, di sana terlah terjadi kerusakan ekosistem akibat penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian.

Lebih lanjut, menurut studi nutrisi WWF yang baru-baru ini diterbitkan, perubahan pola makan juga dapat membantu mengurangi tekanan penggundulan hutan hujan tropis.

Jika konsumsi daging semua orang Jerman dikurangi setengahnya menjadi rata-rata 470 gram per minggu, kebutuhan lahan untuk pangan Jerman juga akan berkurang hampir tiga juta hektar. Itu kira-kira sama dengan ukuran negara bagian Brandenburg di Jerman.

Namun Kementerian Pangan dan Pertanian Jerman mengatakan bahwa konsumsi daging masyarakat Jerman pada tahun 2020 menunjukkan tren penurunan.

Menurut data kementerian, pada tahun 2020, produksi bersih daging di Jerman mencapai sekitar 8,5 juta ton bobot potong, atau turun 1,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini utamanya untuk produksi bersih daging babi, sapi dan daging sapi muda. Sementara produksi daging domba, kambing dan unggas meningkat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: