Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Siaga Maksimal! Ratusan WNI Mulai Dipulangkan, Tanda Selanjutnya Bikin Myanmar Ngeri...

Siaga Maksimal! Ratusan WNI Mulai Dipulangkan, Tanda Selanjutnya Bikin Myanmar Ngeri... Pengunjuk rasa anti-kudeta mengangkat tangan mereka dengan tangan terkepal selama demonstrasi di dekat Stasiun Kereta Api Mandalay di Mandalay, Myanmar, Senin, 22 Februari 2021. Seruan untuk pemogokan umum Senin oleh para demonstran di Myanmar yang memprotes perebutan kekuasaan oleh militer telah dilakukan. dihadapi oleh junta yang berkuasa dengan ancaman terselubung untuk menggunakan kekuatan yang mematikan, meningkatkan kemungkinan bentrokan besar. | Kredit Foto: AP Photo
Warta Ekonomi, Yangon -

Sebanyak 200 warga negara Indonesia (WNI) di Myanmar telah meninggalkan negara itu. Hingga kini KBRI di Yangon masih menerapkan status siaga.

Kepastian tentang kembalinya 200 warga negara Indonesia (WNI) dari Myanmar, seiring semakin tidak kondusifnya situasi, disampaikan Duta Besar Indonesia Untuk Myanmar Iza Fadri ketika dihubungi VOA hari Rabu (14/4/2021).

Baca Juga: Innalillahi! Jalan-jalan di Myanmar Seketika Jadi Merah, Rupanya Demonstran...

"WNI kita di sini ada yang sudah pulang dengan repatriasi mandiri hampir 200 orang. (Yang masih berada di Myanmar) sekitar 250 lebih yang masih terdata," kata Iza.

Menurut Iza, sekarang ini Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon masih mempertahankan status Siaga II terkait keamanan warga Indonesia di Myanmar.

KBRI, tambahnya, juga memiliki tempat penampungan bagi warga Indonesia yang merasa kondisi tempat tinggalnya tidak aman. Saat ini terdapat sebelas warga Indonesia yang menetap di penampungan milik KBRI.

"Rata-rata yang rumahnya agak jauh. Ada juga yang rencananya mau pulang dan ada yang tidak punya paspor karena ikut suaminya. Kita tampung, kita urus imigrasi, supaya bisa kita pulangkan," ujar Iza. 

ASEAN Akan Langsungkan KTT 20 April?

Dalam sidang Dewan Keamanan PBB 9 April lalu, Wakil Duta Besar Perancis Untuk PBB Nathalie Broadhurst menyampaikan dorongan pada ASEAN untuk “meningkatkan keterlibatan dalam menemukan cara-cara guna mendorong Myanmar keluar dari situasi pelik dan bekerjasama dengan semua pihak untuk mencapai solusi politik inklusif.” 

Lebih jauh Broadhurst mengungkapkan rencana pertemuan tingkat tinggi negara-negara ASEAN pada 20 April mendatang. Laporan surat kabar Jakarta Post pada 10 April mengutip pernyataan seorang diplomat yang mengatakan menurut rencana pertemuan langsung, bukan virtual itu, diselenggarakan di Jakarta.

Namun ketika dihubungi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan hingga kini belum ada konfirmasi tanggal soal KTT itu. Menurutnya Brunei Darussalam sebagai Ketua ASEAN saat ini akan mengumumkan hal itu pada waktunya. 

HRW Group: Rencana KTT ASEAN adalah Langkah Positif

Direktur Eksekutif Human Rights Working Group, Rafendi Djamin mengatakan rencana konferensi tingkat tinggi ASEAN yang akan digelar akhir bulan ini di Jakarta merupakan langkah positif, yang menunjukkan keseriusan ASEAN dalam menanggapi krisis politik yang telah berlarut-larut terjadi di Myanmar agar korban jiwa dan cedera tidak makin banyak berjatuhan.

Rafendi berharap KTT ASEAN itu nantinya memiliki dampak yang lebih besar ketimbang dua pertemuan khusus menteri luar negeri ASEAN pada bulan Februari dan Maret lalu, yang juga membahas soal Myanmar.

"Yang kita harapkan pengaruhnya akan lebih besar terhadap perubahan di lapangan, berarti berhentinya kekerasan, yang namanya dialog damai itu bisa dirintis dan dibangun. Konfliknya adalah persoalan legitimasi dari hasil pemilihan umum tersebut. Nggak bisa pemerintahan junta ini dipertahankan terus untuk memegang situasi sementara," ujar Rafendi.

Refendi berharap KTT ASEAN menghasilkan keputusan yang lebih kongkret dan bisa dilaksanakan oleh pemerintah Myanmar sebagai negara berdaulat, dibantu oleh unsur-unsur yang ada di dalam ASEAN.

ASEAN bisa membantu dalam hal pengelolaan demonstrasi damai agar tidak terjadi kekerasan, membangun proses menuju dialog, bantuan kemanusiaan.

Menurut Rafendi, yang terpenting adalah pemimpin de facto Myanmar harus menghadiri KTT ASEAN itu. 

Krisis Memburuk, Lebih 700 Orang Tewas

Sejak kudeta militer 1 Februari lalu, lebih dari 700 orang tewas akibat kekerasan berlebihan yang dilakukan aparat keamanan terhadap pengunjuk rasa.

Insiden terburuk terjadi Sabtu pekan lalu (10/4) di Kota Bago, sekitar 90 kilometer timur laut Yangon. Menurut kelompok pemantau AAPP (Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik) dan media Myanmar, sedikitnya 82 orang tewas di tangan aparat keamanan Bago. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: