Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemkot Bogor Sebut Pelaporan Bima Arya Karena RS Tak Kooperatif dan Ganggu Karantina Kesehatan

Pemkot Bogor Sebut Pelaporan Bima Arya Karena RS Tak Kooperatif dan Ganggu Karantina Kesehatan Kredit Foto: PWI Pusat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Bagian Hukum dan HAM Pemerintah Kota Bogor Alma Wiranta angkat bicara perihal perkara RS Ummi yang dilaporkan ke polisi. Hal itu menyusul dicecarnya Wali Kota Bogor Bima Arya sebagai saksi oleh terdakwa Habib Rizieq Shihab (HRS) dan kuasa hukumnya saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu 14 April 2021.

Dalam persidangan itu, mereka mencecar Bima yang juga sebagai Ketua Satgas Covid-19 Kota Bogor terkait pelaporan pelanggaran protokol kesehatan ke pihak Polresta Bogor Kota yang seharusnya telah mendapat pertimbangan oleh ahli hukum Pemkot Bogor. Semua itu, ditegaskan Alma telah melalui analisis hukum pada 27 November 2020 lalu.

Baca Juga: Bima Arya Tak Cabut Laporan Habib Rizieq karena Kapolda, Refly Harun: Kan Aneh Sekali

"Kami telah memberikan analisis hukum dalam kasus RS Ummi kepada Satgas Covid-19 pada tanggal 27 November 2020 adalah berupa rekomendasi agar segera melaporkan secara pidana kepada pihak kepolisian terhadap perbuatan pihak RS Ummi yang tidak kooperatif dalam memberikan informasi, pelanggaran administratif terhadap aturan hukum," kata Alma dalam keterangannya, Kamis (15/4/2021).

Adapun dugaan pelanggaran tersebut tertuang dalam Pasal 10 Huruf a Peraturan Walikota Bogor Nomor 110 tentang PSBMK jo Pasal 5 huruf h Peraturan Walikota Nomor 107 tentang sanksi pelanggar tertib kesehatan. Sedangkan, pelanggaran pidana merujuk Pasal 93 UU Nomor 16 Tahun 2018 tentang karantina kesehatan.

Alma menjelaskan, peristiwa yang terjadi pada tanggal 26 November 2020 di RS UMMI adalah peristiwa menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di Kota Bogor. Sehingga, menjadi tugas Satgas Covid-19 untuk mendapatkan informasi pelaksanaan protokol kesehatan melalui uji swab dalam rangka melindungi warga Kota Bogor.

"Karenanya perlu diambil tindakan tegas yang terukur apakah peristiwa ini merupakan pidana atau tidak dengan cara melaporkan secara pidana terhadap pihak yang tidak kooperatif dan pelaporan itu tidak mungkin dicabut karena bukan delik aduan," jelasnya.

Di Kota Bogor, lanjut Alma, telah terjadi 2 peristiwa pelanggaran hukum atas pemberlakuan PSBB dan pelanggaran protokol kesehatan. Namun, semua peristiwa tersebut tidak dapat dilanjutkan ke persidangan dikarenakan tidak cukup bukti dan tidak terpenuhi unsur pasal yang dipidanakan.

"Sehingga informasi hanya perkara ini yang dipidanakan perlu kami klarifikasi kepada publik bahwa Pemerintah Kota Bogor komitmen dan konsisten menjunjung hukum sebagaimana dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan disiplin dan Penegakkan Hukum Protokol Kesehatan Dalam pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019," tegasnya.

Apa yang dilakukan oleh Bima Arya pun bukan berdiri sendiri. Melainkan bersama-sama dengan Forkopimda yang didalamnya terdapat TNI-Polri, Kejaksaan, Pengadilan, ditambah dengan DPRD Kota Bogor serta beberapa komponen lainnya baik akademisi maupun tokoh agama sebagai mandatori dari Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2020.

"Dalam koridor pendampingan hukum yang dilakukan oleh Bagian Hukum dan HAM untuk memastikan peristiwa tersebut sebagai peristiwa pidana tentunya sesuai kaidah rule of law untuk mendapatkan kepastian hukum, dan kedudukan Walikota Bogor Bima Arya sebagai Ketua Satgas Covid-19 telah tepat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk menjaga wilayah Kota Bogor sebagai daerah otonomi terhadap 3 status kedaruratan yang belum dicabut oleh pemerintah pusat," tukas Alma.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: