Tentara Amerika Mundur dari Tanah Airnya, Taliban Sorak-sorai: Kami Menang, Siap untuk Apapun
"Kami siap untuk apapun," kata Haji Hekmat. "Kami sepenuhnya siap untuk damai, dan kami sepenuhnya siap untuk jihad." Seorang komandan militer yang duduk di sampingnya menambahkan: "Jihad adalah ibadah. Ibadah adalah sesuatu yang, seberapa banyakpun Anda melakukannya, Anda tidak merasa lelah."
Dalam setahun ke belakang, tampaknya ada kontradiksi dalam "jihad" Taliban. Mereka berhenti menyerang pasukan internasional menyusul penandatanganan kesepakatan dengan AS, namun terus bertempur dengan pemerintah Afghanistan.
Akan tetapi, Haji Hikmat bersikeras bahwa tidak ada kontradiksi. "Kami menginginkan pemerintahan Islam yang diatur dengan Syariah. Kami akan melanjutkan jihad kami sampai mereka menerima tuntutan kami."
Soal apakah Taliban akan bersedia membagi kekuasaan dengan faksi politik lain di Afghanistan, Haji Hikmat menyerahkannya pada kepemimpinan politik kelompok itu di Qatar. "Apapun yang mereka putuskan, kami akan terima," katanya berkali-kali.
Taliban tidak menganggap diri mereka sebagai kelompok pemberontak biasa, tetapi calon pemerintah. Mereka menyebut diri mereka "Emirat Islam Afghanistan", nama yang mereka gunakan saat berkuasa dari tahun 1996 sampai digulingkan, menyusul serangan teror 11 September 2001 di Amerika Serikat.
Sekarang, mereka memiliki struktur "bayangan" yang rumit, dengan beberapa pajabat bertanggung jawab mengawasi layanan sehari-hari di wilayah yang mereka kuasai. Haji Hikmat, sang walikota Taliban, mengajak kami berkeliling.
Kami dibawa ke sebuah sekolah dasar, penuh dengan anak laki-laki dan perempuan menulis di buku teks yang disumbangkan oleh PBB. Saat berkuasa pada 1990-an, Taliban melarang perempuan mendapat pendidikan, meskipun mereka sering membantahnya. Bahkan sekarang, ada laporan bahwa di wilayah lain perempuan yang berusia lebih tua tidak diizinkan masuk kelas. Akan tetapi di sini setidaknya Taliban berkata mereka aktif mendorongnya.
"Selama mereka mengenakan hijab, penting bagi mereka untuk belajar," kata Mawlawi Salahuddin, yang bertanggung jawab atas komisi pendidikan setempat Taliban. Di sekolah menengah, katanya, hanya guru perempuan yang diizinkan, dan mereka wajib mengenakan kerudung. "Jika mereka mengikuti Syariah, tidak masalah."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: