Baca Juga: Pertamina Dukung Investigasi Kepolisian Terkait Kebakaran Kilang Balongan
Baca Juga: Erick Thohir Larang Pertamina Punya Saham di Pertashop
Baca Juga: Mahasiswa Universitas Pertamina Juara Riset Berkat Kerap Magang Industri
Kemudian, disisi lain MCTN tidak pernah membayar sewa tanah kepada negara atas fasilitas yang mereka miliki sejak 1998. Hal ini patut di duga ada kerugian negara karena lahan yang digunakan merupakan milik pemerintah Indonesia.
“Mereka beranggapan ini bukan bagian dari biaya yang digantikan pemerintah kepada mereka, sehingga tidak bisa di serahkan kepada pemeritah. Melalui situasi tersebut dan kondisi dari PLN, MCTN melihat potensi besar keuntungan yang mereka dapatkan,” jelasnya.
Sementara itu, sebelum proses transisi berlangsung, mereka melalukan tender untuk pengelolaan aset MCTN di Blok Rokan. Mereka meminta JP Morgan untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan dan keandalan aset mereka dalam menyediakan listrik dan uap.
Sebagai informasi, MCTN memiliki kapasitas listrik dan uap paling besar di Blok Rokan yaitu 270 MW dan 265 Barrel Stream Per Day (BPSD). Kapasitas sebesar 270 MW tersebut untuk mensuplai wilayah selatan Blok Rokan atau tepatnya di Minas. Sedangkan 265 BPSD digunakan untuk mensuplai wilayah utara atau Duri. Pemenuhan kebutuhan listrik dan uap yang lain di suplai oleh Pembangkit Listrik Central Duri Gas Turbin dan Minas Gas Turbin dengan kapasitas listrik 130 MW dan uap 70 BPSD.
Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh JP Morgan, didapatkan value bahwa aset MCTN masih bisa beroperasi untuk 40 tahun ke depan.
“Penilaian ini masih sangat diragukan karena fasilitas MCTN sudah beroperasi sejak tahun 1998 dinilai layak beroperasi sampai 40 tabun ke depan. Penilaian ini sepertinya sebagai upaya pemanis dalam tender yang dilakuan oleh MCTN dan menaikan nilai dari aset yang dimilik. Mereka mengharapkan para bidder akan memberikan penawaran tinggi karena aset masih mampu beroperasi selama 40 tahun,” jelasnya.
Tambahnya, jika harga terlalu tinggi, maka hanya perusahaan swasta dan perusahaan luar negeri yang bisa memenangkan lelang tersebut. Dengan mahalnya harga yang di dapatkan, maka pemenang lelang akan menjual harga listrik dan juga uap tinggi kepada PLN jika PLN gagal memenangkan tender.
Secara otomatis, PLN akan melalukan renegosiasi dengan PHR mengingat mereka sudah melakukan perjanjian jual beli dimana harga yang ditawarkan sudah ditentukan.
“Hal ini pasti akan mempengaruhi biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh PHR mengingat fasilitas milik MCTN merupakan penyupai terbesar listrik dan uap. Belum lagi pertanyaan yang timbul dengan harga beli mereka yang sudah tinggi apakah pemenang lelang mau hanya disewa selama 3 tahun apalagi penilaian JP Morgan mereka masih bisa beroperasi selama 40 tahun,” ucapnya.
Mamit melanjutkan akan berbeda cerita jika MCTN langsung menunjuk PLN dalam mengelola fasilitas milik MCTN dimana mereka akan melakukan sewa selama 3 tahun sampai mereka selesai membangun fasilitas transmisi dan distribusi di Blok Rokan.
Sementara itu, berdasarkan informasi peserta lelang ini berasal dari 2 perusahaan lokal termasuk PLN dan 2 lagi perusahaan luar negeri.
"Kita mesti waspada dan terus memantau perkembangan lelang yang dilakukan oleh MCTN sehingga negara tidak lagi dirugikan oleh mereka. MCTN bahkan sudah seharusnya menyerahkan aset yang mereka milik kepada pemerintah karena semua biaya pembangunan sudah di ganti oleh negara dengan skema cost recovery. Jadi, pelelangan yang sedang dilakukan oleh Chevron harus di batalkan." katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: