Lembaga Pemeringkat Rating and Investment Information, Inc. (R&I) mempertahankan peringkat Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB+/outlook stabil (Investment Grade) pada 22 April 2021. R&I sebelumnya telah menaikkan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia dari BBB/outlook stabil menjadi BBB+/outlook stabil (Investment Grade) pada 17 Maret 2020.
Menanggapi keputusan tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyatakan, afirmasi rating Indonesia tersebut menunjukkan keyakinan stakeholder internasional atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia di tengah pandemi COVID-19. Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara BI dan Pemerintah.
"Ke depan, BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus meningkatkan sinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional," kata Perry di Jakarta, Kamis (22/4/2021).
Adapun keputusan afirmasi rating tersebut menurut R&I didukung oleh tiga faktor utama. Pertama, ekonomi Indonesia diperkirakan kembali tumbuh ke level sebelum pandemi Covid-19 dalam satu hingga dua tahun ke depan. Sementara, reformasi struktural yang ditempuh pemerintah diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi potensial dalam jangka menengah dan panjang.
Baca Juga: April 2021, BI Putuskan Suku Bunga Acuan Tetap 3,50 Persen
Kedua, rasio utang pemerintah tetap rendah di tengah tekanan fiskal yang meningkat. Disiplin kebijakan fiskal yang ditempuh selama ini akan mendorong perbaikan keseimbangan fiskal dalam beberapa tahun ke depan.
Ketiga, resiliensi ekonomi terhadap guncangan sektor eksternal tetap terjaga didukung respons kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia serta cadangan devisa yang memadai.
BI memperkirakan ekonomi akan tumbuh 4,1%-5,1% pada 2021, setelah terkontraksi 2,1% pada 2020. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah terus melanjutkan upaya reformasi. Pada November 2020, Omnibus Law Cipta Kerja telah disahkan untuk mendorong investasi dan penciptaan lapangan kerja.
Untuk menarik investasi asing dalam pembiayaan proyek khususnya infrastruktur, pemerintah telah membentuk sovereign wealth fund dan secara intensifmengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur. Didukung oleh berbagai inisiatif tersebut, R&I memperkirakan ekonomi Indonesia mampu tumbuh pada kisaran 5% dalam jangka menengah.
Di sisi eksternal, defisit transaksi berjalan pada 2020 menyempit menjadi 0,4% dari PDB dipengaruhi oleh pelemahan permintaan domestik dan penurunan harga minyak. Dalam beberapa tahun ke depan, R&I memperkirakan defisit transaksi berjalan berkisar 1-2% seiring dengan perbaikan permintaan domestik yang akan mendorong kenaikan impor.
Cadangan devisa pada akhir Maret 2021 mencapai US$137,1 miliar, setara dengan 10 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah sehingga dapat menjamin kecukupan likuiditas valas.
Dari sisi fiskal, pada tahun 2020 pemerintah melonggarkan sementara batas atas defisit fiskal sebesar 3% dari PDB untuk merespons pandemi Covid-19. Belanja fiskal untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah mendorong pelebaran defisit hingga mencapai 6,1% dari PDB pada 2020. Defisit fiskal pada 2021 diperkirakan sebesar 5,7% dari PDB, seiring berlanjutnya kebijakan fiskal ekspansif untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Pemerintah akan kembali menurunkan defisit menjadi maksimal 3% pada tahun 2023. Pada 2020, rasio utang pemerintah meningkat menjadi 39,4%, masih rendah dibandingkan negara lain dengan peringkat yang sama dengan beban bunga yang masih terjaga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: