Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Masya Allah, Berkat Doa dan Kerja Keras, Dulu Anak Pembantu, Witjaksono Kini Sukses Jadi Pengusaha!

Masya Allah, Berkat Doa dan Kerja Keras, Dulu Anak Pembantu, Witjaksono Kini Sukses Jadi Pengusaha! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengusaha asal Pati, Jawa Timur, Witjaksono adalah pendiri perusahaan perikanan PT Dua Putra Utama Makmur. Witjak juga telah berhasil mencatatkan dua perusahaan di BEI dan meraup untung triliunan. Kini, jumlah karyawannya ada leibh dari 4.000 orang.

Dalam video YouTube "Kisah Inspirasi Nyata | Anak Pembantu jadi Pebisnis Kaya | Witjaksono" Witjak bercerita bahwa ia lahir dari keluarga kurang berada. Ibunya buruh di pabrik kacang. Saat baru berusia 5 tahun, ia sempat diajak untuk ikut ibunya bekerja. Di sana, Witjak melihat ibunya memanggul karung berisi 50kg kacang. Sejak itu, Witjak berdoa agar bisa membahagiakan kedua orang tuanya.

"Ya Allah ibu saya susah hidupnya, semoga saya bisa membahagiakan kedua orang tua saya," ujar Witjak. "Ya Allah kasih saya rizky supaya rizky ini bisa digunakan untuk membahagiakan kedua orang tua saya," tandas Witjak.

Baca Juga: Bos Garuda Food: Selagi Masih Hidup, Jangan Berhenti Berkarya, Jangan Biarkan Diri Menganggur

Ayahnya bekerja sebagai pegawai negeri 2A yang tugasnya mengantar surat dan mengelap kaca mobil pejabat. Sewaktu kecil, Witjak hanya makan nasi, kecap dengan kerupuk. Untuk makan telur saja jarang sekali, sehingga sekalinya diberikan telur dari besek tetangga, satu telur harus dibagi delapan. Bahkan, untuk makan ayam hanya satu tahun sekali yakni saat lebaran. Karena itu, suasana lebaran selalu menjadi suasana yang Witjak rindukan.

Witjak juga tinggal di rumah bambu di pinggir kereta api, tanah tersebut milik PT. KAI yang disewa keluarga Witjak. Hingga hari ini, rumah tersebut masih ada dan masih ditinggali kedua orang tua Witjak.

Meski demikian, Witjak bercerita bahwa ibunya dahulu adalah anak orang kaya di daerahnya. Namun, ibunya menjadi yatim piatu karena ayahnya yang merupakan pejabat publik diculik dan dibunuh oleh penjajah. Dua tahun kemudian, nenek Witjak meninggal dunia. Harta warisan yang ditinggalkan pun dijual oleh saudara-saudaranya. Ibu Witjak hanya disisakan satu rumah kecil dengan tanah satu petak. Disitulah awal mula ibunya jatuh miskin.

Bahkan, untuk makan saja harus mengambil sisa-sisa padi yang baru panen, saking miskinnya. Kesabaran ibunya pun menjadikan hasil kepada anak-anaknya. Bahkan, ketika tetangga yang sudah sepuh melihat ibu Witjak, mereka menangis.

"Dulu kamu hidup susah ya, sekarang sudah balik lagi," kenang Witjak.

Ayah Witjak berasal dari Boyolali yang menyandang gelar 'Raden', yakni turunan kerajaan Mataram yang gelarnya putus di nenek Witjak. Jadi, di keluarga Witjak terdapat dua 'kasta', yang masih memegang gelar Raden menjadi orang kaya dan yang sudah putus gelarnya menjadi orang miskin. Bahkan, ayah Witjak pernah diboyong ke Pati untuk menjadi pembantu saudaranya yang kaya raya. Ibu Witjak juga ikut menjadi pembantu.

Lalu, untuk biaya hidup, baik biaya pendidikan, kesehatan, dll itu menjadi tanggung jawab sang ayah dan untuk makan, menjadi tanggung jawab ibu. Setiap kali menjelang sekolah, ayah Witjak selalu sudah menyiapkan uang meski harus meminjam. Dan anak-anaknya bersekolah di sekolah orang kaya. Hal ini karena sang ayah ingin anak-anaknya melihat pola hidup anak orang kaya, tetapi bukan berarti harus mengikuti anak orang kaya tersebut.

Bahkan, saat masih SD usia 6-7 tahun, Witjak sudah mencari uang sendiri dengan memelihara ikan hias hingga beranak-pinak dan dijual ke anak-anak orang kaya. Lalu, main kelereng, menang banyak kelereng kemudian dijual. Uang yang didapat pun untuk jajan dan membeli buku.

Witjak mengungkap, ia sejak kecil bekerja karena tidak punya uang, orang tuanya tidak memberi uang saku untuk jajan. Namun, ia juga dididik agar tidak minta-minta. Sehingga ketika temannya jajan, Witjak hanya melihat saja. Orang tua Witjak mendidik keras untuk tidak minta-minta. Mereka terbiasa bekerja keras untuk makan.

Karena terbiasa bekerja, memasuki SMP-SMA, Witjak pun sudah mulai bertekad untuk bisa memiliki usaha sendiri. Memasuki kuliah, ia sudah bisa membiayai kuliahnya sendiri dengan menjaga warnet dari jam 12 malam sampai jam 7 pagi, dan Witjak kuliah dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang. Ia baru tidur jam 2 siang sampai jam 5 sore. Rutinitas itu dilakukan Witjak selama satu tahun. Barulah setelah itu Witjak berjualan apapun yang bisa menghasilkan uang.

Saat di penghujung semester kuliah, Witjak mulai berkenalan dengan perempuan. Namun, baru seminggu berpacaran, perempuan ini menipu Witjak hingga uang tabungannya sebesar Rp5,5 juta diberikan semua kepada perempuan itu dan Witjak langsung ditinggal tak tahu diri.

Setelah itu, Witjak tak terima, hingga Allah menegur Witjak mendatangkan seorang pria yang bercerita tentang sulitnya hidup sampai makan hanya dengan nasi garam. Barulah Witjak bersyukur atas hidupnya dan mengikhlaskan uang tersebut. Dan benar saja, dalam waktu satu bulan, uang tersebut kembali 3x lipat karena Witjak mulai menerima dan berpikir positif. Menurutnya, jika hanya meratapi keadaan dan berpikir negatif, ia malah tidak akan bekerja.

"Jadi, kita harus berpikir positif atas kejadian yang kita terima hari ini," ujar Witjak.

Witjak juga bercerita sejak kecil ia dan keluarganya terbiasa dihina dan dibully karena miskin. Bahkan, jika diingat-ingat, saat seluruh anak-anak orang tuanya kuliah termasuk Witjak, keluarganya dicibir tetangga; "Orang miskin aja sok-sokan kuliah". Namun, orang tuanya tak mengambil hati dan fokus untuk pendidikan anak-anaknya.

Karir bisnis Witjak pun dimulai saat ia pindah ke Jakarta dan bekerja di sebuah bank nasional. Saat itu, Witjak menjabat sebagai Account Officer yang biasa me-review debitur-debitur. Dari situ, Witjak belajar soal bisnis keuangan.

Hingga suatu hari, seorang temannya mengajak Witjak untuk berbisnis. Seorang temannya ini merupakan perusahaan teknologi yang ingin mengakuisisi perusahaan di Pontianak yang hampir bangkrut. Saat itu, Witjak dipercaya untuk mengelola keuangan perusahaan. Dan Witjak harus melakukan transaksi Rp55 miliar di usianya yang baru 23 tahun.

Sayangnya, perusahaan itu rugi. Setelah segala urusan selesai, Witjak pun memutuskan berhenti untuk berbisnis sendiri. Hingga suatu hari, Witjak berhasil membawa dua perusahaan listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sejak bekerja di bank, Witjak bertemu dengan banyak klien dari perusahaan-perusahaan besar. Beberapa perusahaan sering mengajak Witjak bergabung ke dalam perusahaannya. Hingga suatu hari, Witjak diajak bergabung ke dalam perusahaan pengemasan.

Namun, Witjak memberikan syarat yakni perusahaan ini harus besar hingga bergelar Tbk (perusahaan terbuka). Perusahaan itu memiliki anak perusahaan, dan anak perusahaan yang dipegang oleh Witjak cepat berkembang. Perusahaan itu pun akhirnya bernilai Rp100 miliar dari aset awal Rp10 miliar.

Saat itu, Witjak masih bekerja di bank. Pada saat yang sama, Witjak beserta 2 orang lainnya mendapat pengharagaan Best Achievement, tetapi hanya dua orang itu yang dipromosikan jabatannya, sementara Witjak tidak. Witjak tak terima, ia pun langsung mengajukan mundur dari bank tersebut.

Setelah itu, Witjak fokus mengurus dua perusahaan itu dan fokus membesarkan lewat akuisis. Hingga ketika dua perusahaan tersebut sama besarnya, mereka pun melakukan merger dan listing di BEI pada tahun 2014 dengan valuasi Rp1,7 triliun.

Witjak mengaku sudah menjalani beberapa bisnis sejak tahun 2005 sambil bekerja di bank. Di tahun itu pula, ada bisnisnya yang dikelola oleh seorang teman yaitu bisnis jual-beli ikan dari Pati ke Jakarta. Modal awalnya hanya Rp10 juta, hingga mendapat bantuan dana dari bank hingga miliaran. Perusahaan yang tadinya di Pati pun diboyong ke Jakarta karena Witjak memiliki kesan yang baik lantaran bisnis-bisnisnya yang lain.

Setelah pindah ke Jakarta, bantuan dana pun kembali diberikan kepada bank asing sebesar 5 juta dolar AS. Melalui uang tersebut, bisnis pun berkembang dari produksi awal 1.000 ton menjadi 4.000 ton sehingga perusahaan terus berkembang dan perusahaan ini kembali listing pada tahun 2015 dengan valuasi Rp2,4 triliun. Bahkan, valuasi perusahaan sempat mencapai Rp7 triliun.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: