Mengaku Muak, Militer Australia Setop Pakai Sistem Pertahanan Canggih Israel
Pemerintah Australia telah memberi tahu perusahaan senjata swasta terbesar Israel, Elbit Systems, bahwa militernya akan berhenti menggunakan Battle Management System (BMS) mulai pertengahan Juni.
"Berita itu diberikan kepada perusahaan tanpa penjelasan mengenai alasan di balik keputusan tersebut, dengan (Departemen) Pertahanan mengkonfirmasikan bahwa mereka tidak memiliki solusi sementara untuk menggantikan kemampuan tersebut," ungkap laporan website Departemen Pertahanan Australia.
Baca Juga: Australia Tambah Anggaran Militer, Perkuat Kerja Sama dengan Amerika dan Sekutu
Namun, menurut laporan Australian Broadcasting Corporation (ABC), ketegangan antara Elbit dan Departemen Pertahanan Australia telah membara karena perusahaan Israel memberlakukan "premi yang sangat besar" pada BMS karena memiliki monopoli pada sistem.
"Orang-orang sudah muak dengan Elbit yang mengeksploitasi monopoli mereka untuk mengenakan premi yang besar," ungkap seorang perwira Australia yang tidak disebutkan namanya kepada ABC.
"Dan ada kekhawatiran yang pasti bahwa Israel memiliki pintu belakang pada sistem untuk informasi," papar perwira itu.
Sistem Elbit sering menjadi sasaran kampanye kelompok hak asasi manusia (HAM).
Perusahaan Israel itu memproduksi teknologi pengawasan untuk Tembok Pemisah ilegal di Tepi Barat yang diduduki.
Elbit juga disebut membuat mesin untuk 85% drone militer Israel, di antara komponen senjata lainnya.
Produsen senjata Israel itu disebut telah memasok 85% drone yang digunakan dalam perang di Gaza pada 2014, ketika lebih dari 2.200 warga Palestina, termasuk 500 orang di antaranya anak-anak, tewas hanya dalam 50 hari.
Perusahaan senjata Israel itu juga memiliki sepuluh lokasi di penjuru Inggris.
Kesadaran yang lebih besar tentang peran Elbit dalam pelanggaran hak asasi manusia dan dugaan kejahatan perang telah mencoreng citra perusahaan itu.
Pada Februari, East Sussex Pension Fund adalah yang terbaru untuk divestasi dari Elbit beberapa bulan setelah aktivis hak asasi manusia melobi lembaga tersebut untuk mengakhiri hubungannya dengan perusahaan yang melanggar hukum internasional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: