Menggali Munculnya Kelompok-kelompok di Palestina, Dari Hamas hingga PLO
PLO
Palestine Liberation Organization (PLO) dideklarasikan pada 2 Juni berikutnya. Baum garten menyebut, sejak saat itu popularitas al-Harakiyyin terancam. Apalagi, Nasser sendiri menilai al-Harakiyyin tidak kuat secara politik. Alih-alih merang kulnya, Nasser lebih mendukung PLO yang saat itu juga mengusung nasionalisme pan-Arab.
Sayang, persatuan Arab yang digalang Nasser menemui kendala. Pada 1967, koalisi militer Arab yang dipimpin Mesir kalah dalam Perang Enam Hari melawan Israel. Zionis berhasil memperluas wilayah jajahannya dengan mencaplok Gaza, Semenanjung Sinai, Tepi Barat, dan Dataran Tinggi Golan.
Baumgarten menyimpulkan, kekalahan ini menandakan senjakala ideologi Pan- Arab. Semboyan yang kini berlaku bukan lagi Kunci kemerdekaan Palestina adalah persatuan Arab, melainkan sebaliknya, Kunci persatuan Arab adalah kemerdekaan Palestina.
Perjuangan membebaskan Palestina kemudian menitikberatkan pada inisatif negara itu sendiri, bukan lagi aliansi Arab. Keterpurukan Arab dalam Perang Enam Hari menandakan babak baru PLO. Inilah fase kedua pergerakan nasional Palestina.
FatahÂ
Representasinya tidak lain Harakat at- Tahrir al-Filasthini (Fatah, disingkat dari kiri-kanan). Yasser Arafat (1929-2004) menjadi pemimpin faksi mayoritas di PLO tersebut. Fatah berdiri sejak 1959 di Kuwait. Dia berusaha merangkul diaspora Palestina, baik kaum akademisi, pekerja di negaranegara Teluk Persia, maupun aktivis keturunan pengungsi di Gaza.
Awalnya, Fatah memprioritaskan caracara gerilya bersenjata. Inspirasinya datang dari gelombang perjuangan dekolonialisasi rupa-rupa bangsa dunia ketiga, semisal Aljazair atau Kuba.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto