Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mendalami Peristiwa Pemberontakan Palestina, Ada Campur Tangan Inggris hingga Ottoman

Mendalami Peristiwa Pemberontakan Palestina, Ada Campur Tangan Inggris hingga Ottoman Kredit Foto: Instagram/Middle East Eye
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pada Selasa (18/5/2021), warga Palestina telah menyerukan pemogokan umum di Yerusalem dan kota-kota di Israel yang ditinggali oleh orang Palestina. Mereka memprotes pelanggaran hak asasi manusia yang telah dilakukan Israel terhadap warga Palestina di seluruh wilayah Palestina.

Mereka menutup semua kegiatan komersial untuk mengecam serangan militer Israel yang tengah berlangsung di Gaza. Akibat serangan itu, lebih dari 200 warga Gaza tewas. Mogok massal ini terakhir terjadi pada tahun 1936 lalu di era mandat Inggris.

Baca Juga: Tegas! Jenderal Bilang Palestina Bukan Urusan Indonesia, Muhammadiyah Langsung Protes

Pada tahun 1936, Palestina berada di bawah mandat kolonial Inggris selama hampir 20 tahun. Di bawah Perjanjian Sykes-Picot tahun 1916, Prancis dan Inggris telah membagi sebagian besar Suriah Raya dan Irak yang sebelumnya merupakan bagian dari Kekaisaran Ottoman.

Namun, mandat atas Palestina bukanlah satu-satunya upaya kolonial Inggris di wilayah tersebut. Tanpa sepengetahuan para pemimpin Arab regional dan penduduk Palestina, Inggris telah berjanji dalam Deklarasi Balfour 1917. Deklarasi tersebut mendukung pembentukan kediaman nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina.

Ketika Adolf Hitler naik menjadi kanselir pada tahun 1933 dan mulai memberlakukan kebijakan kekerasan dan diskriminatif terhadap orang Yahudi, banyak dari mereka mulai meninggalkan Eropa. Ribuan orang Yahudi menuju Palestina untuk mencari tempat tinggal baru.

Antara tahun 1922 dan 1940, populasi Yahudi terus tumbuh menjadi lebih dari lima kali lipat, dari 83.790 menjadi lebih dari 467 ribu. Jumlah ini sama dengan sekitar sepertiga dari total populasi Palestina saat itu, 1,5 juta. Di sisi lain, kepemilikan tanah Yahudi juga meningkat lebih dari dua kali lipat dari 148.500 menjadi 383.500 hektare.

Imigrasi Yahudi adalah sumber ketegangan antara otoritas Inggris dan Palestina, terutama karena pengalihan tanah kepada komunitas Yahudi yang sepihak oleh Inggris dan memfasilitasi perampasan tanah atau pembelian tanah.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: