Pelaku usaha industri hilir kelapa sawit meminta pemerintah tetap melanjutkan skema pungutan ekspor yang saat ini berjalan dalam PMK 191/PMK.05/2020. Pungutan ekspor sudah terbukti mendorong industri hilir kelapa sawit (IHKS) dan menjaga stabilitas harga pasar sawit dalam negeri, baik produk minyak goreng di level industri serta harga tandan buah segar (TBS) petani.
"Dengan struktur pungutan ekspor sekarang, ekspor dalam bentuk produk hilir sawit meningkat pesat. Begitu pula investasi hilir terus bertambah di dalam negeri. Industri hilir sawit akan memberikan nilai tambah yang lebih besar dari aspek penyerapan tenaga kerja, pajak, dan devisa," ujar Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Bernard Riedo, seperti dikutip dari sawitindonesia.com.
Baca Juga: Entahlah, Uni Eropa Terus Cari-Cari Alasan Hambat Sawit Indonesia
Kebijakan tarif pungutan ekspor sawit yang diatur dalam PMK Nomor 191/PMK.05/2020 dinilai sudah on the right track atau sejalan dengan arah program hilirisasi. Lebih lanjut Bernard Riedo mengatakan, skema tarif pungutan sawit yang lebih tinggi terhadap produk hulu dan tarif lebih rendah untuk produk hilir sangat mendukung daya saing ekspor produk hilir Indonesia di pasar global.
"GIMNI meminta pemerintah supaya konsisten mengimplementasikan PMK Nomor 191/PMK.05/2020 yang mulai efektif berjalan pada 10 Desember 2020. Sebab, aturan ini sudah terbukti mampu meningkatkan daya saing produk hilir sawit Indonesia, baik itu berupa oleofood dan juga oleochemicals di pasar global, sekaligus menjaga stabilitas harga produk sawit untuk makanan di pasar dalam negeri, yang bermuara terciptanya kebijakan hilir sawit," jelas Bernard.
Berdasarkan data yang dikumpulkan GIMNI, sepanjang Januari–April 2021, komposisi ekspor produk hilir (high value add) dalam bentuk volume di atas 80–90 persen. Sementara, ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO dan crude palm kernel oil/CPKO, low value add) rata-rata menurun drastis pada level 10–20 persen.
Pada Januari 2021, ekspor produk CPO dan turunannya mencapai 2,861 juta ton (24 persen crude oils/CO dan palm processed oils/PPO sebesar 76 persen). Selanjutnya pada Februari, volume ekspor sawit sebanyak 1,994 juta ton (CO 20 persen dan PPO sebesar 80 persen).
Volume ekspor sawit dan turunannya di bulan Maret naik menjadi 2,63 juta ton (CO 12 persen dan PPO 88 persen). Sementara di bulan April, volume ekspor kembali naik menjadi 3,078 juta ton (CO 10,6 persen dan PPO 89,4 persen).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum