Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menagih utang dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 110,45 triliun. Adapun utang tersebut diberikan kepada bank-bank yang bermasalah saat krisis 1998 senilai Rp 147,4 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut, tak menutup kemungkinan untuk mengembalikan penanganan perkara BLBI ke ranah pidana. Adapun proses tersebut, menurut Mahfud, dimungkinkan jika para debitur dan obligor tak memenuhi kewajibannya untuk membayarkan utang mereka ke pemerintah terkait BLBI.
"Karena kalau dia sudah tak bayar utang atau memberi bukti palsu, atau selalu ingkar, bisa saja dikatakan merugikan keuangan negara. Dua memperkaya diri sendiri atau orang lain. Ketiga, melanggar hukum karena tidak mengakui apa yang sudah dikatakan utang, sehingga bisa berbelok lagi ke korupsi," ujarnya saat pelantikan tim satuan tugas BLBI secara virtual, Jumat (4/6).
Baca Juga: Garang Tagih Aset BLBI, Sri Mulyani Bakal Blokir Akses Keuangan Obligor
Mahfud pun meminta, agar para obligor dan debitur agar kooperatif dan proaktif dalam menyelesaikan utang kepada negara tersebut. Dia menyampaikan, jika obligor dan debitur tidak kooperatif, maka kasus BLBI yang ditetapkan saat ini sebagai kasus perdata, dapat beralih menjadi kasus pidana, bahkan korupsi.
"Tidak ada yang bisa sembunyi karena daftarnya ada. Jadi, kami tahu Anda pun tahu. Mari kooperatif saja. Ini bagi negara dan Anda harus bekerja untuk negara," ucap Mahfud.
Presiden Jokowi telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Kejaksaan Agung.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: