Para pengamat ekonomi menilai, lonjakan kasus Covid-19 yang makin masif belakangan ini berpotensi mengancam pemulihan perekonomian nasional. Situasi ini bisa mengembalikan Indonesia ke masa krisis saat awal kemunculan pandemi di 2020 lalu.
"Saya kira jika kelonjakan Covid-19 ini berlangsung lama, itu akan memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kita akan memiliki keadaan serupa seperti 2020," ungkap Ekonom Senior Fadhil Hasan pada diskusi virtual Narasi Institute, Jumat (18/6/2021).
Baca Juga: Duh! Ekspansi Likuditas dari BI Belum Optimal Dorong Perekonomian
Padahal, Indonesia sempat optimis pemulihan ekonomi nasional sedang berlangsung ketika melihat berbagai indikator ekonomi mulai menunjukkan tanda yang positif. Seperti misalnya Production Manufacturing Index (PMI) yang sudah melebihi angka 50 dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berhasil melebihi angka 100. Melihat kondisi tersebut, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional akan mencapai 7-8 persen di kuartal kedua 2021.
Akan tetapi, Indonesia menghadapi permasalahan internal dari segi peningkatan penyebaran kasus Covid-19 di berbagai daerah. Bahkan, bed occupancy rate (BOR) di Bandung sudah mencapai angka 100 sehingga menyebabkan pemerintah setempat menetapkan status siaga 1.
Pemicu terbesar lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia disebabkan oleh mobilitas masyarakat. Dalam acara diskusi yang sama, perwakilan CORE Indonesia Muhammad Faisal mengatakan, mobilitas masyarakat memiliki pengaruh terhadap pemulihan perekonomian nasional.
Grafik tren mobilitas masyarakat di ruang tertutup seperti kafe, pusat perbelanjaan, restoran, dll. saat momen Lebaran kemarin memperlihatkan kebiasaan yang normal seperti sebelum pandemi. Sementara, tren mobilitas di ruang terbuka publik menunjukkan kenaikan grafik yang bahkan melebihi situasi sebelum pandemi.
Jika pelonggaran kasus terjadi, akan ada kemungkinan mobilitas masyarakat kembali dibatasi. Padahal, pendapatan sebagian golongan masyarakat bergantung pada mobilitas masyarakat, khususnya sektor informal. Jadi, pembatasan mobilitas akan berdampak signifikan pada rakyat golongan menengah ke bawah, sedangkan rakyat golongan menengah ke atas akan membatasi spending mereka jika pembatasan diterapkan.
Oleh sebab itu, jika lonjakan kasus terus terjadi, prediksi pemulihan ekonomi bisa jadi tidak terwujud.
"Untuk kuartal kedua, prediksinya di kisaran 4-5 persen, itu masih bisa dapat. Tapi kalau kasus ini kita asumsikan berlanjut sampai kuartal tiga atau empat, nanti bisa minus lagi pertumbuhan ekonominya," ujar Faisal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: