Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Parlemen Israel Siap Ambil Suara UU Citizenship and Entry Law untuk Palestina

Parlemen Israel Siap Ambil Suara UU Citizenship and Entry Law untuk Palestina Kredit Foto: Instagram/State of Israel
Warta Ekonomi, Yerusalem -

Parlemen Israel atau Knesset siap menentukan perpanjangan undang-undang (UU) sementara yang melarang warga Arab Palestina menjadikan warga Israel sebagai pasangan. Pemungutan suara undang-undang yang dinamakan Citizenship and Entry Law itu digelar Senin (5/7/2021) sore.

UU itu diberlakukan di wilayah pendudukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza mulai 2003. Awalnya undang-undang ini diberlakukan sementara saat puncak intifada atau pemberontakan kedua. Saat itu, bangsa Palestina melancarkan perlawanan mematikan di dalam Israel.

Baca Juga: Investigasi Pengadilan Kriminal Dikomentari, Palestina Kecam Presiden Jerman

UU ini terus diperbaharui walaupun pemberontakan mereda pada tahun 2005 dan jumlah serangan merosot. Saat ini Israel mengizinkan lebih dari 100 ribu warga Palestina dari Tepi Barat untuk bekerja setiap harinya.

"Undang-undang ini diloloskan di tengah intifada dan kini masa yang sangat berbeda," kata pakar hukum Israel Democracy Institute, Yuval Shany.

Shany mengatakan tidak hanya serangan semakin jarang tapi teknologi Israel juga semakin canggih dalam memantau pergerakan warga Palestina yang masuk. "Saya pikir argumen keamanan tidak terlalu kuat pada saat ini," tambahnya.

Suami yang berusia di atas 35 tahun dari istri di atas 25 tahun serta sejumlah kasus kemanusiaan, dapat mengajukan pengecualian dengan meminta izin wisata yang dapat diperbaharui secara rutin. Tapi pemilik izin tersebut tidak bisa mendapatkan surat izin mengemudi, asuransi kesehatan publik, dan sulit mendapat pekerjaan.

Anggota parlemen sayap kiri dan Arab di Israel mengkritik UU tersebut. Mereka mengatakan legislasi itu kebijakan rasis yang menghalangi pertumbuhan penduduk masyarakat minoritas Arab di Israel.

Sementara pendukungnya mengatakan, UU ini diperlukan untuk alasan keamanan dan melestarikan karakter Yahudi bangsa Israel. UU itu menyulitkan keluarga-keluarga Palestina yang tinggal di perbatasan usai perang 1967.

Partai-partai sayap kanan mendukung UU tersebut dan memperbaharuinya setiap tahun sejak diberlakukan. Tapi pemerintah baru Israel juga berisi partai-partai yang menentang UU tersebut.

Oposisi yang dipimpin mantan perdana menteri Benjamin Netanyahu berniat mempermalukan pemerintah yang baru. Mereka telah memperingatkan tidak akan memberikan suara yang diperlukan untuk memberlakukan kembali UU tersebut. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: