Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Selain Ramah Lingkungan, Energi Baru Terbarukan Diproyeksikan Dorong Kemandirian Negara

Selain Ramah Lingkungan, Energi Baru Terbarukan Diproyeksikan Dorong Kemandirian Negara Kredit Foto: Antara/Akbar Tado
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hammam Riza, mengungkapkan bahwa Energi Baru dan Terbarukan (EBT) merupakan salah satu komponen penting untuk menghantarkan Indonesia menjadi negara yang mandiri, adil, dan makmur. Untuk mendorong pengembangan EBT dan menghadapi berbagai tantangan yang ada, menurutnya, dibutuhkan sebuah Ekosistem Inovasi Energi yang didukung oleh berbagai pihak.

"BPPT melaksanakan asesmen ataupun audit teknologi dari berbagai kegiatan Energi Baru Terbarukan di bidang bahan bakar dan ketenagalistrikan," ujarnya dalam Pekan Inovasi Energi Baru dan Terbarukan Indonesia yang digelar oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Selasa (27/7/2021).

Baca Juga: Ekosistem JIRAP dan Inovasi Teknologi Untuk Energi Baru dan Terbarukan

Hammam mengatakan bahwa mengimplementasikan semua upaya dalam merancang prototype, menghasilkan pilot plant, hingga aktif dalam peta jalan pengembangan industri komponen dan hulu. Terlebih, dalam pengembangan bahan bakar dan ketenagalistrikan ini mesti mengutamakan komponen dalam negeri.

BPPT pun menurutnya memiliki berbagai fasilitas pengujian atau laboratorium industri di berbagai bidang teknologi, termasuk untuk kajian dan penerapan di sektor energi. Hammam juga mencontohkan bagaimana kajian teknologi PLTP Condensing yang menurutnya ramah lingkungan.

"Untuk mengatasi energi gas rumah kaca, banyak pembangkit yang perlu kita kembangkan dengan misi utama untuk menjadi pembangkit yang ramah lingkungan dengan emisi CO2-nya kurang dari 10 persen dibanding PLTU Batubara," ujarnya.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, mengungkapkan bahwa dalam transisi energi menuju Nol Emisi Karbon akan dilakukan secara cermat agar masuknya EBT dalam bauran energi tidak menimbulkan masalah teknis dan sosial. Untuk menuju energi hijau, menurutnya, mesti ada langkah substitusi, konversi energi primer fosil, hingga memperbesar porsi bauran EBT.

"Sekarang ini kita melihat bahwa teknologi fotovoltaik maju demikian pesat. Kita berharap PLTS Atap, rooftop ini bisa kita dorong cepat," katanya.

Lebih jauh ia memberi contoh bagaimana Vietnam yang saat ini sudah memanfaatkan rooftop menghasilkan energi sebesar 17 GW dalam dua tahun terakhir. Sampai 2020 kemarin negara itu menurutnya bisa menyelesaikan 9 GW, sementara di Indonesia masih sekitar 100 MW.

"Ini yang akan jadi fokus kita, bagaimana kita bisa mengakselerasi ini untuk meningkatkan bauran kita," ujarnya.

Secara umum, untuk strategi jangka panjang sektor energi menuju Netral Karbon 2060, Arifin menyebutkan akan dilakukan akselerasi pada 2040 mendatang. Selanjutnya, melakukan pengembangan EBT secara masif baik dari pembangkit listrik tenaga surya hingga pembangkit panas bumi, termasuk skala kecil.

Selanjutnya, akan dilakukan pengembangan interkoneksi transmisi dan smart grid hingga pengurangan energi fosil dan pemanfaatan teknologi CSS (Carbon Capture and Storage) dan CCUS.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: