Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertumbuhan Ekonomi Naik 7,07 Persen, INDEF: Jangan Terlalu Berbangga Dulu

Pertumbuhan Ekonomi Naik 7,07 Persen, INDEF: Jangan Terlalu Berbangga Dulu Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Pusat Statistik sempat mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kenaikan sebesar 7,07 persen. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengingatkan agar jangan terlebih dahulu sesumbar.

“Jadi kita tidak perlu terlalu berbangga ketika memang fenomena low base ini efektif terjadi karena ini biasa-biasa saja di negara-negara lain mengalami hal yang sama,” ujar Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, dalam konferensi pers, Jumat (6/8/2021).

Baca Juga: APBN Berpotensi Krisis di Masa Mendatang, Ekonom Senior Indef: APBN Sakit Hasil Demokrasi Siluman

Bukan tanpa alasan Tauhid Ahmad mengatakan demikian. Dia mencoba membandingkan dengan beberapa negara mitra dagang Indonesia yang di tahun 2020 mengalami kesamaan resesi. Namun memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan Indonesia.

Negara China misalnya, yang sempat mengalami resesi tahun 2020, di kuartal II 2021 kini mengalami pertumbuhan ekonominya mencapai 7,9 persen. Negara Amerika Serikat yang sempat mengalami resesi tahun 2020, di kuartal II 2021 kini mengalami pertumbuhan ekonomi mencapai 12,2 persen. Sedangkan negara tetangga, Singapura yang sempat mengalami resesi di tahun 2020, di kuartal kedua 2021 kini mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 14 persen.

“Hanya saja perbedaanya berapa besar persentase low based effect sebagai sumbangan pertumbuhan ekonomi itu yang menarik. Kalau melihat low based effect kita anggap adalah sebesar pengurangan yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi masing-masing negara ketika dia berjalan normal,” katanya.

Taufik Ahmad mengungkapkan, low based effect menjadi alat ukur stabilitas perekonomian suatu negara. Misalnya bila suatu negara yang pertumbuhan ekonominya sebesar 5 persen, tapi kemudian turun minus 5 persen, maka low based effect-nya akan terlihat.

Karena itu ketika negara lain mengalami low based effect pada momentum berbeda, yang akan terjadi adalah permintaan barang dan produk menjadi lebih berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Seperti halnya China, Amerika dan Singapura.

“China yang duluan menghadapi pertumbuhan di kuartal pertama yakni 18,3 persen itu lebih besar permintaan barang-barang kita, tapi ketika masa low based effect selesai akan turun kembali menjadi 7,9 persen karena low based effect di kuartal berikutnya karena di kuartal selanjutnya juga relatif lebih normal dibandingkan kuartal pertama,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: