Dampak pandemi COVID19 benar-benar terasa di berbagai lini kehidupan. Tak hanya di bidang kesehatan, kinerja perekonomian dan dunia usaha juga turut tertekan, yang menyebabkan tak sedikit perusahaan yang menderita kerugian dan bahkan gulung tikar. Namun demikian, anomali atau situasi sebaliknya terjadi bagi sebagian kecil sektor industri. Misalnya saja industri kesehatan dan juga produsen berbagai kebutuhan pokok masyarakat, seperti makanan olahan, bahan makanan dan sejenisnya. Seperti juga yang dialami oleh PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk, yang merupakan produsen pakan, ayam pedaging, dan juga makanan olahan. “Kami bersyukur bahwa di tahun 2020 lalu kinerja (perusahaan) positif. Penjualan bersih tercatat sebesar Rp4,34 triliun, meningkat 7,21 persen dibanding tahun 2019 yang sebesar Rp4,05 triliun. Dari sana, kami berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp28,27 miliar,” ujar Direktur Utama PT Sreeya Sewu Indonesia, Tommy Wattimena Widjaja, usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan, yang dilaksanakan secara virtual, Senin (16/8).
Sementara untuk kinerja tahun 2021, menurut Tommy, pada triwulan I/2021 pihaknya berhasil membukukan penjualan bersih sebesar Rp1,28 triliun. Dibanding catatan penjualan bersih pada triwulan I/2020 yang sebesar Rp1,13 triliun, maka terjadi pertumbuhan sebesar 13,32 persen. “Walaupun kami akui dalam hal laba memang terjadi penurunan, di mana (pada triwulan I/2021) laba kami tercatat sebesar Rp34,68 miliar. Turun dari catatan laba pada periode sama tahun lalu yang sebesar Rp59,45 miliar,” tutur Tommy.
Meski demikian, walaupun terjadi penurunan laba, Tommy memastikan bahwa dari sisi operasional, pihaknya berhasil meningkatkan kapasitas produksi pakan ternak dan makanan olahan. Dengan catatan kinerja demikian, Tommy mengaku optimistis bahwa kinerjanya pada tahun 2021 ini secara keseluruhan nantinya bakal tetap positif seperti halnya yang terjadi pada tahun 2020. "Kami confidence bakal mampu growing double digit sampai akhir tahun nanti. Memang ada faktor eksternal yang jadi tantangan, misalnya harga jagung belum membaik, harga kedelai masih tinggi, demand masih rendah sehingga profitability akan terdampak. Tapi di internal perusahaan, kami sangat solid dan kuat,” tegas Tommy.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma
Tag Terkait: