BRI Dukung Pengembangan Ekosistem Padi untuk Perkuat Ketahanan Pangan Nasional
Dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan memperingati Hari UMKM Nasional, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menggelar seminar secara daring bertajuk "Memperkuat Klaster Bisnis Padi Indonesia" pada Jumat (13/8). Kegiatan ini sebagai bentuk dukungan nyata bagi petani dan pelaku UMKM, serta pengembangan Klaster UMKM unggulan untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Seminar ini bertujuan untuk membedah permasalahan dan tantangan seputar bisnis padi mengingat padi sebagai makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia merupakan komoditas penting bagi ketahanan pangan nasional. Mengangkat tema ketahanan pangan, seminar menyedot peserta dari berbagai kalangan di antaranya petani, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), anggota Perpadi, anggota dan pengurus Koperasi, Bumdes, UMKM binaan BRI, pekerja BRI, mahasiswa dan pelajar, serta masyarakat umum.
Baca Juga: Peringati Kemerdekaan RI, BRI Salurkan Dana Pendidikan Bagi 68 Paskibraka & 1.800 Anak Nakes
Turut hadir sebagai pembicara Direktur Bisnis Kecil dan Menengah BRI Amam Sukriyanto, Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Jamhari, serta Direksi PT Biogene Plantation Nasikin.
Sebagai akademisi, Jamhari mengungkapkan kajiannya bahwa terdapat dua permasalahan utama dalam bisnis padi. Permasalahan pertama adalah increasing demand dan decreasing capacity. Hal itu telah terjadi saat ini dan diperkirakan gap-nya akan makin lebar di masa depan. "Increasing demand disebabkan pertumbuhan penduduk. Namun, hal ini tidak diiringi kenaikan supply yang disebabkan berkurangnya lahan persawahan, berkurangnya profesi petani, dan adanya pergeseran ekonomi dari agraris ke non-agraris," jelasnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan adanya permasalahan kedua, yaitu inefisiensi proses produksi dan pengolahan padi. Saat ini kebutuhan nasional padi merata di seluruh Indonesia, tetapi produksi padi kebanyakan dilakukan di Pulau Jawa oleh petani perorangan dan dengan luasan lahan yang terbatas (rata-rata kurang dari 0,5 ha per petani). Hal ini menyebabkan produksi padi kurang efisien.
"Untuk mengatasi hal ini, terdapat beberapa model tata kelola bisnis padi yang dapat diimplementasikan, yaitu Cooperative Farming (yang saat ini banyak dijalankan di Indonesia, di mana lahan tetap dikuasai petani dan dilakukan penguatan manajemen kelompok tani); Contract Farming (kerja sama antara petani dengan perusahaan mitra, yaitu BUMN, BUMD, BUMDES, Swasta); serta Corporate Farming (penguasaan dan pengelolaan lahan oleh lembaga berbadan hukum, petani sebagai pemegang saham dan tenaga kerja)," papar Jamhari.
Sementara itu, Nasikin selaku Direksi PT Biogene Plantation yang memproduksi benih padi memberikan ulasan tentang pendampingan dan penguatan kelompok petani padi untuk meningkatkan produktivitas. Petani juga perlu bersinergi dengan Rice Mill Unit (RMU)/penggilingan padi. Untuk mencapai kerja sama saling menguntungkan antara kelompok tani dan RMU, dibutuhkan skala ekonomi gabungan kelompok tani dengan luas lahan minimal 300 ha.
"Secara umum, permasalahan di bisnis padi adalah panen hanya 3 kali setahun, tetapi RMU harus memenuhi kebutuhan pasar sepanjang tahun. Maka, dibutuhkan support permodalan bagi RMU untuk membeli persediaan gabah dan membangun sarana penyimpanan," ulasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: