Koordinator Investasi dan Kerjasama Bioenergi Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Elis Heviati mengungkapkan, dalam pengembangan energi baru dan terbarukan berbasis sawit setidaknya dibutuhkan empat dukungan.
Pertama, insentif/pendanaan. Saat ini implementasi biofuel didukung melalui dana perkebunan sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Perlu didorong insentif fiskal lainnya, khususnya untuk mendorong program pengembangan biohidrokarbon/green fuel.
Baca Juga: Mahasiswa IPB University Ciptakan Alat Panen Kelapa Sawit yang Lebih Efektif dan Efisien
Kedua, dukungan regulasi guna mendukung kelancaran implementasi BBN yang sudah berjalan, maupun mengakomodir perkembangan BBN untuk pencampuran Biodiesel diatas 30 persen. Ketiga, keberlanjutan bahan baku (feedstock) yang kontinyu dan telah memenuhi prinsip-prinsip berkelanjutan.
“Juga diperlukan penyesuaian proses industri hulu sawit guna mendukung ketersediaan bahan baku sawit untuk energi melalui proses yang semakin efisien,” kata Elis seperti dikutip dari InfoSAWIT.
Keempat, terkait kesiapan industri pengguna / konsumen. Seiring perkembangan BBN untuk tingkat pencampuran yang lebih tinggi, diperlukan dukungan dari industri manufaktur kendaraan ataupun mesin yang menggunakan biofuel agar dapat menyesuaikan dengan kebijakan mandatori BBN.
Dikatakan Elis, model kesertaan petani dalam program mandatori biodiesel bisa berupa pengembangan Pabrik Minyak Nabati Industrial (IVO) dan Bensin Sawit dengan bahan baku dari TBS Sawit rakyat. Dimana biaya produksi lebih murah 15 – 20 persen dari PKS konvensional dan harga tandan buah segar lebih stabil. Hal ini dikarenakan dalam pabrik IVO nantinya tidak memperhitungkan free fatty acid yang tinggi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: