Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Paus Fransiskus Minta Negara Barat Hilangkan Pemaksaan pada Afghanistan

Paus Fransiskus Minta Negara Barat Hilangkan Pemaksaan pada Afghanistan Kredit Foto: CNS/Vatican Media
Warta Ekonomi, Vatican City -

Paus Fransiskus mengkritik keterlibatan Barat di Afghanistan setelah Amerika Serikat (AS) menarik seluruh pasukannya dari negara tersebut. Dia memperingatkan, tidak boleh ada pemaksaan penerapan nilai, termasuk demokrasi, terhadap Afghanistan.

“Hentikan sikap tidak bertanggung jawab yang memberlakukan nilai-nilainya sendiri kepada orang lain dan upaya mengintervensi dari luar dan membangun demokrasi di negara lain, tanpa memperhitungkan masalah sejarah, etnis, dan agama serta sepenuhnya mengabaikan tradisi orang lain,” kata Paus Fransiskus dalam bahasa Spanyol.

Baca Juga: Dengar Baik-baik, Menlu Retno Terima Sejumlah Janji yang Diumbar-umbar Taliban

Jawaban ini diberikan Paus saat ditanya tentang peta politik baru di Afghanistan pascapenarikan pasukan AS dalam sebuah wawancara dengan stasiun radio Cadena COPE yang disiarkan Rabu (1/9). Pernyataan ini serupa dengan pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 20 Agustus 2021 lalu.

Peringatan Biden

Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Selasa (31/8), kembali membela keputusannya menarik pasukan AS dari Afghanistan lebih cepat. Ia menyebut misi evakuasi berjalan sangat sukses.

Kendati demikian, Biden tetap melayangkan peringatan terhadap Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang sempat melancarkan serangan bom bunuh diri di bandara Kabul. “Untuk ISIS-K (ISIS-Khurasan), kami belum selesai dengan kalian,” kata Biden dalam pidato pada Selasa.

ISIS-Khurasan adalah kelompok yang terafiliasi ISIS di Afghanistan. Mereka mengeklaim bertanggung jawab atas serangan bom kembar di bandara Kabul saat dipadati orang pada 26 Agustus 2021. Lebih dari 170 orang tewas dalam insiden tersebut, termasuk 13 tentara AS.

Dalam pidatonya, Biden menegaskan bahwa perintahnya menarik lebih cepat pasukan AS dari Afghanistan sebagai keputusan bulat. Itu pilihan terbaik di tengah menguatnya Taliban.

“Pada saat saya menjabat (sebagai presiden AS), Taliban berada di posisi militer terkuat sejak 2001. (Mereka) menguasai atau memperebutkan separuh negara (Afghanistan),” ujar Biden.

Pada kesempatan itu, Biden turut menyinggung tentang kesepakatan perdamaian yang telah dicapai AS dengan Taliban pada masa pemerintahan mantan presiden Donald Trump. Menurut dia, kesepakatan itu memang harus dia tindak lanjuti. “Kami menghadapi salah satu dari dua pilihan: mengikuti kesepakatan atau mengirim ribuan tentara lagi dan meningkatkan perang,” katanya.

Kelompok Taliban bersukacita setelah AS tuntas menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan pada Senin (30/8) tengah malam. Menurutnya, itu merupakan kemenangan bagi rakyat di negara tersebut.

Kendati telah hengkang, Taliban selaku pihak yang mengendalikan Afghanistan saat ini, tetap ingin menjalin hubungan baik dengan AS.

“Keemiran Islam menginginkan hubungan baik dan diplomatik dengan Amerika,” kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, pada Selasa (31/8).

Keemiran Islam adalah nama yang digunakan Taliban untuk merujuk pada pemerintahannya di Afghanistan.

Taliban menyatakan akan fokus membentuk pemerintahan. Seorang pejabat tinggi Taliban, Hekmatullah Wasiq, mendesak rakyat untuk kembali bekerja. Ia menekankan kembali tawaran amnesti Taliban kepada semua warga Afghanistan yang telah melawan Taliban itu selama 20 tahun terakhir.

Taliban kini menghadapi tantangan untuk mengatur negara berpenduduk 38 juta orang yang sangat bergantung pada bantuan internasional. Krisis ekonomi di Afghanistan memburuk sejak Taliban kembali berkuasa pada pertengahan Agustus. Nilai mata uang lokal anjlok dan sebagian besar cadangan devisa Afghanistan yang disimpan di luar negeri telah dibekukan.

Pegawai negeri di Afghanistan belum menerima gaji selama beberapa bulan. Seorang petugas polisi lalu lintas yang bertugas di dekat bandara, Abdul Maqsood, mengaku belum menerima gaji selama empat bulan.

"Kami terus bekerja tetapi kami tidak dibayar,” kata Maqsood.

Kini, lebih dari setengah warga Afghanistan bertahan hidup dengan penghasilan kurang dari satu dolar AS sehari. Bagi warga miskin Afghanistan, perubahan dari satu sistem pemerintahan tidak mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: