Pakar: Indonesia Butuh Cara Ekonomi Baru untuk Keluar Dari Jebakan Ketimpangan Ekonomi
"Reformasi struktural harus bertumpu pada upaya untuk menciptakan struktur perekonomian yang lebih adil dan berimbang serta berkelanjutan. Reformasi struktural berkeadilan dan berkelanjutan mensyaratkan pentingnya peranan negara dalam mengalokasikan sumberdaya ekonomi nya pada area yang memiliki prioritas tinggi dan berdampak besar bagi perekonomian," ujar Fadhil Hasan.
Fadhil berharap proses pemulihan ekonomi harus memiliki prinsip reformasi struktural berkeadilan sehingga program pemulihan komprehensif dan berkelanjutan.
"Pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang berlangsung harus inklusif dan memberi manfaat bagi semua serta berkelanjutan. Stimulus fiskal sebagai instrumen ekonomi penting yang dimiliki pemerintah harus didedikasikan pada area pembangunan infrastruktur dan ekosistem IT, R&D, perluasan layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, dan layanan usaha kecil dan menengah. Bukan dialokasikan kepada bidang-bidang yang justru menambah ketimpangan dan memiliki dampak bersifat jangka panjang. Intinya harus ada prioritas dalam alokasi anggaran negara. Kebijakan pembangunan juga harus ditujukan untuk memastikan bahwa pengelolaan industri dijalankan secara berkelanjutan menuju zero carbon. Instrumen fiskal kembali menjadi penting melalui skema insentif dan disinsentif fiskal.," ungkap Fadhil Hasan.
Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute mengatakan paradigma ekonomi baru yang memperkecil gap ketimpangan manakala ekonomi dibangun bukan selalu melibatkan pemilik modal (shareholders) namun juga melibatkan komunitas pemangku kepentingan (stakeholders).
"Paradigma ekonomi baru yang diperlukan untuk keluar dari jebakan ketimpangan adalah menempatkan shareholder (pemilik modal) setara dengan komunitas pemangku kepentingan (stakeholders)". Ujar ANH.
Antoni Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi kelompok atas karena mereka memiliki pendapatan lain yang tidak terdampak dari pandemi yaitu memiliki aset dan capital gain.
Fuad Bawazier, ekonomi senior mengatakan bahwa fiscal chaos akan terjadi di Indonesia manakala pendapatan tidak dapat menutupi beban belanja negara. Belanja negara yang dihabiskan untuk program mengatasi ketimpangan faktnya hanya berbentuk mesin propaganda dan tidak mengatasi ketimpangan riilnya.
”Herd Immunity yang diharapkan pemerintah. Kunci herd immunity adalah vaksinasi. Indonesia masih jauh dari capaian vaksinasi yang diharapkan agar tercipta herd immunity yang akan meningkatkan ekonomi. Banyak pihak yang mengambil keuntungan dalam pandemi ini. Banyak terjadi spekulasi dalam kondisi saat ini. Ada juga yang memiliki motif politik seperti perpanjangan kekuasaan 3 periode atas dasar pandemi.:
"Keadaan fiskal kita semakin memprihatinkan. Pemerintah melakukan Radikal eksperimen dalam mendapatkan keuangan untuk menambal keuangan negara. Yang dilakukan justru menggunakan mesin propaganda untuk menutupi kondisi yang ada. Fiskal Chaos ada Gap hutang yang tinggi dengan kemampuan membayar hutang. Krisis yang serius terjadi karena adanya gagal bayar itulah Fiskal Chaos. Jangan sampai Indonesia menjadi produsen vaksin karena akan menggangu kelompok negara produsen vaksin. Dulu yang tidak bisa ditembus Economic HitMan adalah terkait SUN. Saat ini Economic Hitman sudah bisa tembus keuangan Negara, hutang negara dan tidak ada makan siang yang gratis,” ungkap Fuad Bawazier.
Didik J Rachbini, Ekonom Senior dan Pendiri Indef mengatakan bahwa bantuan sosial untuk mengatasi ketimpangan ekonomi tidak bekerja dan hanya sekedar meningkatkan popularitas pemerintah di mata masyarakat.
”Pemerintah banyak menyebar bantuan sosial sehingga ini meningkatkan popularitas pemerintah di mata masyarakat. Kita ini negara dengan bantuan sosial yang besar, namun Bansos ini tidak mensejahterakan masyarakat,” beber Didik J Rachbini.
Didik J Rachbini mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi terjadi karena adanya oligarki atau sentralisasi ekonomi. Oleh karena itu Indonesia butuh demokratisasi ekonomi yang jujur diterapkan.
”Demokrasi mesti di iringi dengan desentralisasi. Kalau Demokrasi tidak ada desentralisasi yang ada adalah Oligarkhi. Bansos sifatnya sementara dan tidak menyelesaikan masalah secara jangka panjang. Perlu diberikan anggaran pendidikan untuk pesantren pesantren yang lebih merata. Harus direform juga pendidikan di tengah masyarakat jenjang pendidikan nya karena semakin ke atas semakin kecil yang masuk dari SD ke SMP, dari SMP ke SMA," pungkas Didik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq