HPTL Layak Diberi Kesempatan untuk Tekan Prevalensi Perokok Indonesia
Tingkat prevalensi merokok di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Demi mengatasi epidemi tersebut, produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) sudah semestinya dipertimbangkan menjadi solusi alternatif untuk menurunkan angka perokok.
Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Badan Kesehatan Dunia (WHO), Profesor Tikki Pangestu menjelaskan, angka perokok di Indonesia telah mencapai 65 juta jiwa. Hal ini mengkhawatirkan, mengingat merokok terkait erat dengan risiko sejumlah penyakit.
"Semua penyakit tidak menular berkaitan dengan rokok, seperti jantung dan lain-lain. Ini beban besar bagi kesehatan kita,” kata Tikki kepada wartawan, belum lama ini.
Dengan dampaknya yang besar terhadap kesehatan masyarakat, Tikki merekomendasikan solusi alternatif untuk berhenti merokok dalam bentuk penggunaan produk HPTL, seperti rokok elektrik maupun produk tembakau yang dipanaskan, karena telah mengadopsi konsep pengurangan risiko.
Penggunaan produk-produk tersebut tidak melalui proses pembakaran seperti rokok, sehingga meminimalisasi risiko terhadap kesehatan.
"Pertama, produk ini punya risiko jauh lebih rendah dari rokok. Kedua, produk ini lebih efektif dari nicotine replacement therapy, seperti plester maupun permen karet, untuk mereka yang mau berhenti merokok. Inggris juga sudah menyatakan bahwa produk ini 95 persen lebih rendah risiko dibandingkan dengan rokok,” ucapnya.
Ketiga, Tikki melanjutkan, negara-negara yang telah mendorong penggunaan produk HPTL seperti Inggris dan Jepang sukses menurunkan angka perokoknya. Di Inggris, 20 ribu orang berhenti merokok setiap tahunnya.
Sementara di Jepang, selain menurunnya angka perokok, penjualan rokok juga mengalami penurunan hingga 32 persen semenjak produk HPTL mulai diizinkan beredar di negara tersebut.
"Ini hasil survei sangat signifikan. Jumlah perokok turun,” ungkap Tikki.
Mengacu data Badan Statistik Inggris, angka perokok mengalami penurunan dari 14,4 persen pada 2018 menjadi 14,1 persen atau setara dengan 6,9 juta perokok pada 2019.
Adapun berdasarkan hasil survei Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesehatan Jepang, angka perokok laki-laki turun di bawah 30 persen untuk pertama kalinya menjadi 28,8 persen pada 2019. Sementara angka perokok perempuan turut berkurang 0,7 poin menjadi 8,8 persen pada 2019.
Agar produk HPTL efektif dalam menurunkan prevalensi merokok di Indonesia, Tikki mengatakan, perlu adanya kampanye edukasi mengenai produk ini dan potensinya bagi perokok dewasa yang ingin berhenti merokok.
Selanjutnya, perokok dewasa harus diberikan kemudahan dalam mengakses produk ini salah satunya dengan pemberlakuantarif cukai yang proporsional sesuai dengan profil risikonya. Yang terakhir dan tak kalah penting adalah diperlukan pembatasan akses bagi anak-anak di bawah usia 18 tahun terhadap produk ini.
"Kita harus melihat ini sebagai pelengkap intervensi untuk mengatasi epidemi merokok. Keberhasilan ini tergantung pada kebijakan yang rasional serta efektif dan juga memerlukan kemauan, kemampuan, dan keberanian politik,” tutup Tikki.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: