Terdapat dua jenis reasuransi, yaitu reasuransi proporsional dan non-proporsional.
1. Reasuransi proporsional
Reasuransi proporsional adalah reasuransi dimana perusahaan reasuransi mengambil alih risiko klaim secara proporsional berdasarkan klaimnya. Jika ada perjanjian reasuransi proporsional antara perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi sebesar 30%, maka jika terjadi klaim dari pemegang polis, perusahaan asuransi hanya perlu mengeluarkan dana sebesar 70% dari jumlah klaim, sementara sisa 30% dari klaim akan ditanggung oleh perusahaan reasuransi tersebut.
2. Reasuransi non-proporsional
Reasuransi non-proporsional yaitu perusahaan reasuransi akan menanggung klaim di atas batas maksimal yang dapat ditanggungnya. Jika perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi telah membuat perjanjian untuk menanggung klaim di atas batas Rp2 miliar, maka untuk klaim kurang dari Rp2 miliar, perusahaan asuransi akan menanggung seluruh klaim yang diajukan tersebut.
Sebaliknya jika terdapat klaim sebesar di atas Rp2 miliar, maka perusahaan asuransi hanya menanggung sesuai perjanjian, dan sisanya akan ditanggung oleh perusahaan reasuransi tersebut.
Dengan banyaknya yang harus diurus, perusahaan asuransi butuh dukungan dari reasuransi. Reasuransi bisa bekerjasama untuk menanggung sebagian resiko klaim, sehingga asuransi dapat memiliki akseptasi yang lebih besar tanpa khawatir resikonya.
Agar tak terjadi kerugian yang terlalu besar hingga mengancam kebangkrutan, asuransi bekerja sama dengan reasuransi, misalnya dengan perjanjian stop loss. Dengan begitu, pihak asuransi memiliki kepercayaan diri yang lebih baik untuk menjelajah bidang baru atau ekspansi bisnis. Karena itulah, diperlukan kerjasama dengan reasuradur untuk berbagi resiko. Saat kerugian yang terlalu besar terjadi, pihak asuransi tidak menanggungnya sendirian.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: